Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramalan BNI AM Soal Kinerja Saham & Obligasi RI Semester II/2025

BNI Asset Management menilai kinerja pasar saham dan obligasi Indonesia memiliki peluang berkilau pada paruh kedua tahun ini atau semester II/2025.
Pegawai melayani nasabah melakukan penukaran mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Rabu (4/6/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai melayani nasabah melakukan penukaran mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Rabu (4/6/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Prospek Pasa Obligasi RI

Di pasar obligasi, terpantau terjadi penguatan minat investor untuk masuk ke pasar surat utang negara. Berdasarkan data DJPPR Kemenkeu, ada kenaikan porsi kepemilikan reksadana yang mencapai 4,19% ytd menjadi Rp194,85 triliun per 12 Juni 2025.

"Ini mencerminkan meningkatnya minat investor institusi terhadap pasar obligasi, terutama di tengah kondisi yield yang masih atraktif secara relatif," kata Farash. 

Sentimen positif turut ditopang oleh tren pelonggaran moneter global, seperti penurunan suku bunga oleh bank sentral Eropa dan India serta ekspektasi bahwa The Fed akan mulai membuka ruang pemangkasan suku bunga pada paruh kedua tahun ini. 

Kebijakan pelonggaran moneter mendorong terciptanya liquidity flush ke pasar keuangan global, termasuk pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Dari sisi domestik, yield 10 tahun obligasi pemerintah saat ini berada di kisaran 6,74%, dan terdapat peluang terjadinya reli lanjutan menuju kisaran 6,4% apabila stabilitas makroekonomi tetap terjaga. Arus masuk dari investor asing pun diharapkan terus berlanjut. 

Selain itu, valuasi surat utang negara (SUN) Indonesia masih kompetitif dibandingkan negara-negara peers dengan rating serupa, turut membuat pasar obligasi domestik tetap menarik hingga akhir tahun.

Di pasar obligasi, BNI AM saat ini lebih menyukai tenor pendek hingga bell curve 5 sampai 10 tahun, sejalan dengan beberapa faktor pendukung likuiditas yang memperkuat daya tarik segmen tersebut. Salah satu faktor adalah penurunan rasio giro wajib minimum (GWM) sekunder dari 5% menjadi 4% yang mulai berlaku efektif per Juni 2025. 

Kebijakan penurunan GWM merupakan bagian dari langkah Bank Indonesia (BI) dalam melonggarkan likuiditas perbankan, dengan estimasi tambahan likuiditas mencapai Rp78,45 triliun.

Selain itu, jatuh tempo obligasi negara seri FR0081 dengan nilai outstanding sekitar Rp142,2 triliun, serta jatuh tempo Sekuritas Rupiah BI (SRBI) sebesar Rp134 triliun per Juni ini, turut menambah likuiditas secara keseluruhan di sistem keuangan. 

"Dengan kondisi tersebut, kami melihat potensi bagi perbankan untuk melakukan re-investasi atau bond replacement, terutama pada tenor menengah," ujar Farash. 

Selain itu, terjadi tren bull steepening di pasar obligasi domestik. Kemudian, yield jangka pendek turun lebih signifikan dibanding jangka panjang yang mendukung strategi overweight di tenor pendek hingga menengah yang saat ini menawarkan yield optimal dengan risiko durasi yang relatif lebih rendah.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper