Bisnis.com, JAKARTA — BNI Asset Management menilai kinerja pasar saham dan obligasi Indonesia memiliki peluang berkilau pada paruh kedua tahun ini atau semester II/2025. Namun, sejumlah tantangan masih menjadi ganjalan.
CIO BNI Asset Management Farash Farich mengatakan pada akhir semester I/2025, pasar saham Indonesia telah kembali menguat setelah tekanan jual investor asing pada awal tahun. Penguatan terjadi didorong oleh meredanya tensi perang dagang AS-China yang dikhawatirkan akan melemahkan perekonomian seluruh dunia.
Kondisi redanya tensi perang dagang membuat investor asing berbalik badan risk off per Mei 2025 dan Juni 2025 untuk kemudian berinvestasi kembali di pasar saham, termasuk pasar saham Indonesia.
Adapun, pada paruh kedua 2025, pasar saham Indonesia diproyeksikan akan mendapatkan dorongan untuk berkilau.
"Peluang di semester II/2025, pasar saham akan fokus kepada perkembangan global di tensi perang dagang AS dengan negara rekan dagangnya yang diekspektasikan akan lebih mereda dan jelas dengan keputusannya," kata Farash dalam jawaban tertulis pada Jumat (20/6/2025).
Kemudian, pasar saham Indonesia pun akan mendapatkan dorongan dari kebijakan pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi selanjutnya. Tercatat, pemerintah memberikan berbagai kebijakan hingga Juni dan Juli 2025.
Baca Juga
Salah satu kebijakan misalnya subsidi biaya transportasi kereta, pesawat ekonomi, dan kapal feri sebesar 6% pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 50% diskon. Selain itu, adanya diskon untuk tol sebesar 20% pada periode liburan.
Terdapat pula kebijakan bantuan dana sosial sampai Rp200.000 dan distribusi 10 kilogram beras per bulan untuk populasi dengan kategori pendapatan rendah.
Lalu, program subsidi gaji dengan pemberian kas sebesar Rp300.000 untuk pekerja dengan upah minimum regional dan Rp565.000 untuk guru honorer. Terdapat pula diskon premi jaminan kecelakaan kerja sebesar 50% untuk sektor yang memiliki banyak buruh.
"Kebijakan pemerintah Indonesia diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia di tengah tantangan pelemahan ekonomi saat ini dimulai di semester kedua 2025," kata Farash.
Selain itu, peluang pasar saham di Indonesia ditopang dengan masih adanya periode dividen untuk beberapa perusahaan di sektor material dasar dan energi seperti perusahaan-perusahaan batubara.
Akan tetapi, terdapat tantangan mengadang pasar saham Indonesia pada paruh kedua 2025. Di antara tantangan adalah kondisi geopolitik yang memanas terjadi di Iran-Israel. Kemudian, beberapa data faktor ekonomi kuartal II/2025 masih terlihat lemah.
"Dengan geopolitik Iran-Israel saat ini, kekhawatiran terjadi pada ekspektasi harga minyak yang akan meningkat, harga emas yang dianggap sebagai alat investasi yang aman akan meningkat, dan peningkatan volatilitas di pasar saham ke depannya," ujar Farash.
Selain itu, data produk domestik bruto (PDB) Indonesia kuartal II/2025 dan laporan keuangan perusahaan di indeks harga saham gabungan (IHSG) yang diekspektasikan masih akan melemah.
Sejauh ini pasar saham Indonesia masih di zona merah. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG mencatatkan pelemahan 1,57% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 sampai perdagangan kemarin, Kamis (19/6/2025) di level 6.968,63.
Pasar saham Indonesia juga masih mencatatkan larinya dana asing. Tercatat, nilai jual bersih atau net sell asing mencapai Rp50,36 triliun ytd.