Bisnis.com, JAKARTA - Investor institusi jumbo makin karib dengan lanskap industri kripto, tergambar dari geliat instrumen reksadana kontrak investasi kolektif (ETF) berbasis Bitcoin (BTC) maupun Ethereum (ETH) yang bertumbuh pesat dan terus mencetak berbagai rekor anyar.
Berdasarkan data The Block, total aset dana kelolaan (AUM) ETF BTC Spot di Amerika Serikat (AS) kini mencapai US$141,98 miliar per 10 Juni 2025. Produk besutan BlackRock, yakni iShares Bitcoin Trust (IBIT) memimpin dengan US$71,56 miliar atau mengambil porsi pangsa pasar 77,69% dari total.
Menyusul setelahnya Fidelity Wise Bitcoin Fund (FBTC) dengan AUM US$32,7 miliar, Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) dengan US$20,25 miliar, dan Ark Invests/21shares (ARKB) dengan US$5,08 miliar.
Analis ETF Senior dari Bloomberg Eric Balchunas menjelaskan pertumbuhan pesat IBIT terus menjadi sorotan, karena terbilang begitu cepat menembus level US$70 miliar, tepatnya hanya dalam 341 hari aktif perdagangan sejak meluncur pada Januari 2024.
Sebagai perbandingan, rekor terdahulu dipegang oleh ETF SPDR Gold Trust (GLD) dengan 1.691 hari, ETF Vanguard S&P 500 (VOO) dengan 1.701 hari, ETF iShares Core MSCI Europe, Australiasia, and the Far East (IEFA) dengan 1.773 hari, dan ETF iShares Core MSCI Emerging Markets (IEMG) dengan 2.063 hari.
"IBIT menjadi ETF tercepat yang menyentuh level tersebut hanya dalam 341 hari, tercatat 5 kali lebih cepat ketimbang rekor lama yang dipegang GLD dengan 1.691 hari," ujar Eric dalam analisis di media sosialnya, dikutip Kamis (12/6/2025).
Baca Juga
Platform Edukasi Kripto Pintu Academy menjelaskan ETF Bitcoin pada prinsipnya dilirik investor kakap, karena memungkinkan mereka mendapatkan eksposur portofolio BTC tanpa harus membeli dan menyimpannya secara langsung di blockchain.
Namun, risiko yang tetap menjadi pertimbangan adalah biaya tambahan, ketergantungan pada manajer investasi, dan volatilitas. Selain itu, perdagangan ETF mengikuti hari aktif dan jam bursa, sementara perdagangan kripto secara langsung di blockchain sama sekali tak memiliki hari libur.
"ETF diperdagangkan di bursa saham seperti NASDAQ dan NYSE, memberikan akses bagi investor untuk berpartisipasi dalam pergerakan harga Bitcoin secara praktis dan lebih terukur risikonya," ujar analis Pintu Academy.
Bergeser ke ETF ETH yang diresmikan otoritas bursa Amerika Serikat (SEC) sejak Mei 2024, investor pun tampak makin serius dalam mengoleksi, terbukti dalam sebulan terakhir mampu mempertahankan arus masuk positif secara total.
Terutama ETF iShares Ethereum Trust ETF (ETHA) besutan BlackRock yang belum pernah mengalami arus keluar sejak awal Mei 2025, berdasarkan data The Block.
Adapun, total aset dana kelolaan ETF ETH telah mencapai US$8,31 miliar dan menguat dalam 3 bulan terakhir, walaupun masih di bawah puncaknya pada 16 Desember 2024 yang kala itu mencapai US$12,32 miliar.
ETHA masih memimpin dengan porsi 72,87%, disusul ETF Grayscale Ethereum Trust (ETHE) dengan 11,38%, ETF Grayscale Ethereum Mini Trust (ETH) dengan 7,6%, dan Fidelity Ethereum Fund (FETH) dengan 5,62%.
Berdasarkan analisis VanEck, salah satu manajer investasi yang juga mengeluarkan produk ETF berbasis kripto, Ethereum tengah mendapat sorotan investor sebagai salah satu cadangan strategis, karena kemampuannya sebagai jaringan kontrak pintar untuk membuat aplikasi terdesentralisasi (dApps).
Sekadar info, pada prinsipnya setiap dApps yang berada di jaringan Ethereum memerlukan pembayaran biaya gas berbasis ETH sebagai insentif buat para validator transaksi.
Tak heran ETH mulai disebut 'minyak digital', karena menjadi bahan bakar buat sektor-sektor bisnis di atas jaringan blockchain yang tengah berkembang pesat, misalnya aktivitas koin stabil (stablecoin), keuangan terdesentralisasi (DeFi), hingga tokenisasi aset dunia nyata (RWA).
Oleh karena itu, keberhasilan upgrade jaringan bertajuk Pectra pada 7 Mei 2025 mendapat respons positif dari pasar, sebab akan meningkatkan nilai kompetitif Ethereum dari sisi skalabilitas, kecepatan transaksi, dan efisiensi biaya dalam jaringan.
"Narasi infrastruktur yang direvitalisasi ini bertepatan dengan gelombang minat institusional terhadap ETH, tidak hanya sebagai token utilitas, tetapi semakin meningkat sebagai aset cadangan strategis," tulis Kepala Riset Aset Digital VanEck, Matthew Sigel, dikutip Kamis (12/6/2025).
Ethereum sebagai salah satu jaringan sepuh, sebenarnya tengah mendapat tekanan berat dari para kompetitornya atau sering disebut 'Ethereum Killer' dalam beberapa tahun belakangan.
Beberapa jaringan Ethereum Killer tersebut, antara lain Solana (SOL), Binance Smart Chain (BSC), Polkadot (DOT), Cardano (ADA), dan Avalanche (AVAX).
Masing-masing jaringan itu memiliki kekhasan teknis tersendiri yang biasanya mengincar skalabilitas dan kecepatan yang lebih baik dari Ethereum, atau sekadar lebih efisien dari sisi biaya aktivitas dalam jaringan.
Artinya, sentimen permintaan terhadap ETH nyatanya masih dipengaruhi isu-isu teknis jaringan blockchain.
Investor harus karib betul dengan lanskap teknis aktivitas blockchain, apabila ingin berinvestasi pada ETH atau proyek-proyek Altcoin lain secara umum.
Berbeda dengan sentimen-sentimen permintaan BTC yang notabene telah sangat bergantung pada gejolak pasar dan kondisi eksternal.