Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat pada perdagangan hari ini, Jumat (11/4/2025) ke level Rp16.785,5 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS telah melorot.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 0,22% atau 37,5 poin ke level Rp16.785,5 pada pukul 09.10 WIB. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau turun 0,69% ke level 100,17.
Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang Asia mengalami penguatan. Yen Jepang misalnya menguat 0,65%, dolar Taiwan menguat 0,15%, peso Filipina menguat 0,27%, won Korea Selatan menguat 0,16%, ringgit Malaysia menguat 0,69%, serta yuan China menguat 0,01%.
Penguatan rupiah pada hari ini melanjutkan tren pada perdagangan kemarin, Kamis (10/4/2025), di mana rupiah ditutup menguat sebesar 49,50 poin atau 0,29% ke level Rp16.823 per dolar AS.
Penguatan rupiah sejak kemarin terjadi seiring dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump atas tarif impor AS. Trump menunda pemberlakukan skema tarif impor timbal balik (reciprocal tariff) selama 90 hari sebagai tanggapan atas pendekatan dari puluhan negara. Trump juga menaikkan pungutan impor China menjadi 125%.
Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah bergerak fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.750 - Rp16.830 per dolar AS.
Baca Juga
Terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi pergerakan rupiah. Dari luar negeri, pasar mengurangi beberapa ekspektasi untuk resesi AS. Namun, prospek ekonomi jangka pendek tetap tidak pasti. Pasar juga masih khawatir atas risiko perang dagang antara AS dan China.
Kemudian, risalah rapat The Fed pada Maret 2025 menunjukkan para pembuat kebijakan gelisah atas inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat.
Dari dalam negeri, geopolitik di Timur Tengan dan Eropa yang semakin memanas dibarengi dengan genderang perang dagang dapat meningkatkan ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi ekonomi Indonesia, terutama pada fluktuasi nilai tukar rupiah.
Walaupun pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar guna untuk menstabilkan mata uangnya, namun terdapat keterbatasan baik pemerintah dan BI dalam mengatasi ketidakpastian ekonomi.