Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas sedang melesat hingga mencatatkan rekor baru. Bagaimana kemudian prospek deretan saham emiten terkait dengan produksi dan perdagangan emas seperti PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) serta PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS)?
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (11/4/2025), harga emas di pasar spot terpantau menguat 1,04% ke level US$3.209,22 per troy ounce pada pukul 8.30 WIB.
Sementara itu, harga emas berjangka Comex AS menguat 1,58% ke US$3.227,80 per troy ounce. Penguatan ini memperpanjang reli emas yang telah menanjak lebih dari 3% selama dua hari berturut-turut.
Adapun, harga emas Antam untuk bobot 1 gram mencapai harga Rp1.846.000, atau melonjak Rp34.000 pada perdagangan Jumat (11/4) dibandingkan dengan perdagangan sesi sebelumnya.
Pekan ini, harga emas memang tengah berkilau. Status emas sebagai pelindung nilai dikuatkan oleh ketidakpastian yang ditimbulkan dari arah kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
Kenaikan harga emas, yang sudah melesat lebih dari 20% sepanjang tahun ini, juga didorong ekspektasi pelonggaran moneter lanjutan dari The Fed serta aksi beli oleh bank-bank sentral global.
Baca Juga
Di tengah kilau harga emas, saham deretan emiten terkait produksi dan perdagangan emas pun cemerlang. Harga saham ANTM misalnya naik 3,68% ke level Rp1.690 per lembar pada perdagangan akhir pekan, Jumat (11/4/2025). Harga saham ANTM pun naik 10,82% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.
Kemudian, harga saham BRMS melonjak 16% ke level Rp348 per lembar pada perdagangan akhir pekan ini. Saham BRMS pun kini berada di zona hijau, atau naik 0,58% ytd.
Lalu, harga saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) melesat 6,97% ke level Rp1.305 per lembar. Meskipun, harga saham MDKA masih di zona merah, melemah 19,2% ytd.
Harga saham PT J Resources Asia Pasifik Tbk. (PSAB) juga melonjak 12,21% ke level Rp282 per lembar pada perdagangan hari ini dan naik 25,64% ytd.
Selain itu, harga saham PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) naik 6,6% ke Rp565 per lembar hari ini dan telah melesat 59,6% ytd. Sementara, saham PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) naik 9,02% ke Rp290 per lembar hari ini dan naik 16,94% ytd.
Prospek Saham Emas
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai harga emas dunia saat ini memang sedang dalam tren penguatan. "Permintaan emas pun diproyeksikan akan meningkat, seperti emas batangan ANTM dengan permintaan tinggi. Hal ini terjadi karena saat ini emas menjadi aset safe haven di tengah ketidakpastian yang terjadi," ujarnya kepada Bisnis pada Jumat (11/4/2025).
Kondisi harga emas yang berkilau menurutnya mampu mendorong kinerja bisnis deretan emiten seperti ANTM dan MDKA. "Tentunya ini akan memberikan dampak positif terhadap kinerja top line," ujar Nafan.
Mirae Asset Sekuritas pun merekomendasikan accumulative buy untuk ANTM dan MDKA. Harga saham ANTM ditarget mencapai level Rp1.930 per lembar. Sementara, harga saham MDKA diproyeksikan mencapai level Rp1.415 per lembar.
Analis Bahana Sekuritas Jeremy Mikael menilai permintaan emas kemungkinan akan kuat pada 2025. Tarik ulur kebijakan tarif AS terhadap beberapa negara, akan terus mendukung harga emas karena peran emas sebagai lindung nilai inflasi. Kondisi tersebut mampu mendorong kinerja saham emiten emas seperti ANTM.
"Kami memperkirakan tren di mana, selama reli harga emas, investor ritel mungkin mengejar harga emas karena takut kehilangan atau mencari aset safe haven," ujar Jeremy dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.
Selain itu, prospek saham juga terdorong oleh kehadiran bank emas atau bullion bank di Indonesia. Sebagaimana diketahui, bullion bank telah resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Februari lalu (26/2/2025).
Bullion bank merupakan inisiatif yang bertujuan untuk memanfaatkan potensi besar emas Indonesia dan mengurangi ketergantungan ekspor bahan mentah.
Ia pun merekomendasikan buy untuk saham ANTM dengan target harga di level Rp1.900 per lembar. "Namun, yang menjadi risiko utama adalah produksi dan penjualan lebih rendah dari yang diharapkan, harga komoditas yang lebih rendah, penundaan proyek, dan ketidakpastian peraturan," ujar Jeremy.