Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Ambrol ke Level 6.000, Analis: Cermin Awal Perlambatan Ekonomi Riil

Analis menyebut bahwa pergerakan IHSG yang membentuk level terendah baru merupakan leading indicator terhadap kondisi ekonomi nasional ke depan.
Warga mengakses data saham menggunakan perangkat komputer jinjing dan telepon pintar di Jakarta, Minggu (2/2/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Warga mengakses data saham menggunakan perangkat komputer jinjing dan telepon pintar di Jakarta, Minggu (2/2/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Koreksi tajam yang terjadi pada indeks harga saham gabungan (IHSG) dinilai akan menjadi cerminan dari kondisi ekonomi riil Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.

IHSG tercatat mengalami penurunan sebesar 7,72% menuju level 6.008,47 pada sesi pertama perdagangan hari ini, Selasa (8/4/2025). Pada awal sesi, indeks juga sempat turun hingga 9% seiring dengan respons negatif terhadap kebijakan tarif Donald Trump.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani, mengatakan bahwa pergerakan IHSG yang membentuk level terendah baru merupakan leading indicator terhadap kondisi ekonomi nasional. Artinya, dinamika indeks saham saat ini dapat mencerminkan tantangan ekonomi dalam waktu dekat.

“Kita perlu memproyeksikan kondisi ke depan dengan melihat sinyal yang diberikan oleh IHSG dan tidak hanya menggunakan acuan kondisi saat ini,” ujar Dimas saat dihubungi Bisnis pada Selasa (8/4/2025).

Dia menambahkan, dengan kebijakan moneter yang cenderung terbatas, tantangan diperkirakan meningkat saat ekonomi riil mulai menunjukkan perlambatan sebagaimana tecermin dalam pergerakan indeks dalam beberapa bulan terakhir.

Di sisi lain, kebijakan teknis seperti auto-rejection bawah (ARB) dan trading halt dinilai belum sepenuhnya mampu meredam kepanikan pasar. Meskipun kebijakan trading halt diapresiasi sebagai bentuk mitigasi tekanan jual jangka pendek, tetapi penyesuaian ARB menjadi 15% justru dinilai bisa mengurangi likuiditas pasar.

“Jika market maker melihat tekanan jual masih besar, mereka cenderung menunggu. Akibatnya, saham-saham yang tidak terkait dengan foreign flow justru banyak yang menyentuh ARB hari ini, tapi dengan volume transaksi yang rendah,” ucapnya.

Kondisi tersebut, lanjut Dimas, memperlihatkan bahwa pasar kemungkinan masih akan menantikan sinyal kebijakan makro yang lebih strategis, alih-alih hanya melakukan penyesuaian teknis di level mikrostruktur pasar.

Tekanan eksternal, terutama dari koreksi indeks global, turut menambah kekhawatiran. Penurunan bursa global pekan lalu dianggap sebagai refleksi awal perlambatan ekonomi dunia yang bisa menjalar ke Indonesia.

“Penurunan indeks saham global pada pekan lalu memberikan gambaran bahwa situasi ekonomi dunia ke depan cenderung tidak stabil,” katanya.

Lebih lanjut, dia memperkirakan bahwa koreksi pasar domestik belum sepenuhnya usai. Dengan tekanan eksternal yang masih tinggi, IHSG diproyeksi memiliki ruang pelemahan lanjutan, dengan target penurunan ke level 5.500 dalam waktu dekat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper