Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) berkinerja jeblok pada awal 2025 terpengaruhi oleh sejumlah sentimen, baik luar negeri maupun dari dalam negeri. Komisi XI DPR RI pun buka suara soal sentimen yang membebani pasar itu.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 1,94% ke level 6.258,17 pada perdagangan hari ini, Jumat (21/3/2025). Sepanjang tahun berjalan 2025, IHSG juga tercatat anjlok 11,61%.
Pasar saham Indonesia juga masih mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp499,34 miliar hinggaa perdagangan Kamis (20/3). Alhasil, net sell asing di pasar saham Indonesia sepanjang 2025 menjadi lebih dalam, yakni Rp30,82 triliun.
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai IHSG merupakan wajah dari iklim investasi di Tanah Air. "Perlu wajah, salah satunya Bursa saham. Kalau ini tidak menguntungkan, bagaimana [investor] mau masuk," ujarnya dalam acara Capital Market Forum 2025 pada Jumat (21/3/2025) di Gedung BEI.
Oleh karena itu, ia menjelaskan bahwa rombongan DPR RI datang ke BEI pada beberapa waktu lalu, Selasa (18/3/2025). Kedatangan DPR RI ke BEI itu dilakukan setelah BEI melakukan trading halt karena IHSG anjlok lebih dari 5% dalam sehari.
Misbakhun menilai pasar saham Indonesia saat ini sedang dipermainkan oleh sentimen dan persepsi. Padahal, kondisi sentimen itu menurutnya jauh dari kondisi fundamental yang sebenarnya.
Baca Juga
Ekonomi Indonesia menurutnya masih stabil. Target pemerintah terkait pertumbuhan ekonomi 8% pun optimistis tercapai.
"Pertumbuhan masih dalam prediksi yang diperkirakan. Jadi kalau diperhatikan kita 2020 berat karena Covid-19. Akan tetapi setelah itu kita relly panjang," kata Misbakhun.
Adapun, salah satu yang menjadi sentimen negatif pasar adalah terkait Danantara. Seiring dengan bergulirnya Danantara, harga saham-saham pelat merah terutama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) jeblok.
Menurutnya, pembentukan Danantara telah menjadi keputusan politik pemerintah yang ingin agar BUMN lebih aktif. Ia membantah anggapan bahwa Danantara hanya akan menjadi objek jarahan para politisi.
"Yang perlu disampaikan kepada market adalah justru, [dengan pembentukan Danantara] kita ingin memberikan perlindungan pada profesional," kata Misbakhun.
Sentimen lainnya yang dikhawatirkan pasar adalah terkait kondisi APBN. Berdasarkan data Kementerian Keuangan RI, pendapatan negara sepanjang Januari 2025 sampai Februari 2025 tercatat Rp316,9 triliun, turun 20,8% secara tahunan (year on year/yoy) terutama akibat penerimaan pajak yang anjlok 30,2% yoy. Pada saat yang sama, belanja negara turun 7% yoy dengan realisasi Rp348,1 triliun.
Dengan pendapatan negara yang merosot lebih tajam dari penurunan belanja negara, terjadi defisit APBN Rp31,2 triliun per Februari 2025 atau 0,13% dari produk domestik bruto (PDB). Realisasi ini berbanding terbalik dengan kondisi surplus APBN pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp26,04 triliun atau 0,11% dari PDB.
Menurut Misbakhun, salah satu faktor pendorong defisit fiskal adalah permasalahan Coretex yang belum tersampaikan secara optimal ke pasar. Padahal, ia menilai Coretax merupakan ide yang bagus dalam konteks penerapan teknologi informasi di sistem perpajakan Tanah Air.
Adapun, sebelumnya Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menilai terdapat sejumlah sentimen yang menyertai jebloknya IHSG. Salah satu sentimen misalnya terkait tingginya PHK massal mendekati hari raya Lebaran.
Kemudian, penetapan credit rating oleh Fitch, S&P, dan Moody's setelah downgrade Morgan Stanley serta Goldman Sachs. Lalu, keputusan RDG Bank Indonesia disusul FOMC Meeting The Fed pekan ini terkait suku bunga masing-masing.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan juga menilai APBN yang defisit pada awal tahun ini juga berpotensi mengganggu stabilitas fiskal, khususnya dari potensi penerbitan surat berharga negara (SBN) yang lebih masif untuk refinancing.
"Pelemahan ini juga mendorong downgrade-nya IHSG oleh analis asing, yang mendorong capital outflow," ujar Felix kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.