Bisnis.com, JAKARTA - Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) menyebut permintaan minyak global tertekan akibat perang dagang yang meningkat.
Hal tersebut terjadi pada saat OPEC+ berupaya menghidupkan kembali produksi, yang mengancam akan memperdalam surplus pasokan.
Melansir Bloomberg pada Kamis (13/3/2025), laju pengiriman minyak yang melambat dalam beberapa bulan terakhir mendorong IEA untuk memangkas perkiraan pertumbuhan konsumsi tahun ini, menurut laporan pasar terbarunya.
Dalam laporan itu, IEA menyebut dunia menghadapi surplus 600.000 barel per hari pada tahun 2025, dan pengumuman mengejutkan minggu lalu oleh OPEC+ dapat menambah 400.000 barel per hari.
"Kondisi ekonomi makro yang mendukung proyeksi permintaan minyak kami memburuk selama bulan lalu karena ketegangan perdagangan meningkat antara Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Serangkaian tarif telah mencondongkan risiko makro ke sisi negatif," jelas IEA.
Harga minyak diperdagangkan mendekati US$71 per barel di London setelah anjlok ke level terendah sejak 2021 minggu lalu, menyusul keputusan OPEC+ untuk memulai kembali produksi yang terhenti sejak April, dan pengumuman Presiden AS Donald Trump tentang tarif yang menghukum China, Eropa, Kanada, dan Meksiko.
Baca Juga
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia, mengejutkan para pedagang minyak pada 3 Maret ketika mereka setuju bahwa rencana yang telah lama tertunda untuk meningkatkan produksi secara bertahap akan terus berlanjut bulan depan. Trump telah meminta kartel tersebut untuk menurunkan harga bahan bakar.
IEA, yang memberi nasihat kepada negara-negara ekonomi utama, mengurangi proyeksi pertumbuhan konsumsi minyak dunia tahun ini sekitar 100.000 barel per hari menjadi sekitar 1 juta per hari.
Lembaga tersebut memproyeksikan permintaan global akan mencapai rata-rata 103,9 juta barel per hari pada 2025, dan Asia akan menyumbang hampir 60% dari pertumbuhan tahun ini.
Peningkatan permintaan akan dibayangi oleh lonjakan pasokan minyak sebesar 1,5 juta barel per hari, yang dipimpin oleh AS, Brasil, Kanada, dan Guyana. Akibatnya, pasar dunia akan mengalami surplus bahkan jika OPEC+ menggunakan opsinya untuk membatalkan sisa peningkatan produksi yang dijadwalkan, kata IEA.
"Saat ini, pasar terlihat memiliki pasokan, sehingga menimbulkan beberapa tantangan untuk peningkatan lebih lanjut dari kelompok OPEC+," kata Toril Bosoni, kepala divisi industri dan pasar minyak IEA, dalam sebuah wawancara.