Bisnis.com, JAKARTA— Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan penyesuaian tarif royalti komoditas mineral dan batu bara menjadi sentimen yang mewarnai gerak saham emiten-emiten pertambangan minerba di lantai bursa. Di sisi lain, kebijakan itu akan berimbas pada beban royalti yang harus dibayar oleh emiten.
Khusus untuk komoditas batu bara, tarif royalti naik 1% untuk harga batubara acuan (HBA) ≥ US$90 per tonsampai tarif maksimum 13,5%. Adapun, tarif royalti untuk pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dipatok sebesar 14%-28% dengan perubahan rentang tarif (Revisi PP 15/2022).
Merespons sentimen tersebut, indeks IDX Energy turun 2,68 poin atau 0,11% ke level 2.448,95 pada Senin (10/3/2025). Kinerja indeks tersebut sejalan dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merosot 0,57% atau 37,78 poin ke evel 6.598,21 pada perdagangan kemarin.
Pelemahan IDX Energy dibebani oleh koreksi sejumlah harga saham emiten batu bara a.l. PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) yang turun 7,81% ke level Rp7.675, PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS) -4,55% ke level Rp8.400, dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR) turun 3,37% ke level Rp860 per saham.
Meski begitu, sederet saham emiten batu bara masih mampu menghijau pada perdagangan kemarin. Saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) naik 8,51% ke level Rp102, PT Indika Energy Tbk. (INDY) 5,93% ke level Rp1.430, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) naik 3,09% ke level Rp6.675, dan PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) naik tipis 0,25% ke level Rp19.800 per saham.
Dalam pos beban pokok pendapatan emiten-emiten tersebut, komponen royalti kepada pemerintah tercatat memiliki porsi yang signifikan. ADRO, misalnya, merogoh kocek US$146,98 juta untuk royalti kepada pemerintah sepanjang 2024.
Nilai yang lebih besar harus digelontorkan oleh emiten batu baramilik Low Tuck Kwong. Pada 2023 dan 2024, pos royalti atau iuran eksploitasi dalam struktur beban pokok pendapatan BYAN tercatat sebesar US$379,5 juta dan US$263,84 juta.
Senada dengan BYAN, beban pokok pendapatan PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) untuk pembayaran royalti atau iuran eksploitasi mencapai US$332,1 juta pada 2023 dan US$260,18 juta pada 2024.
“Royalti/iuran eksploitasi yang lebih rendah seiring turunnya harga jual rata-rata dan harga batubara acuan (HBA) pada 2024,” demikian dikutip dari laporan tahunan ITMG, Selasa (11/3/2025).
Dibandingkan dengan tiga emiten di atas, komponen royalti paling jumbo dalam struktur beban pokok pendapatan dicatat oleh PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI). Dalam pos tersebut, nilai royalti AADI kepada pemerintah tercatat sebesar US$1,3 miliar pada 2023 dan turun menjadi US$1,02 miliar pada 2024.
“Royalti kepada pemerintah turun 22% menjadi US$1.020 juta, dari US$1.308 juta, dan beban pajak penghasilan juga turun 22% menjadi US$213 juta dari US$274 juta,” tulis manajemen AADI dalam laporan, dikutip Selasa (11/3/2025).
Investment Analyst Stockbit Sekuritas Hendriko Gani menuturkan dalam rancangan tersebut, pemerintah berencana menyesuaikan tarif royalti dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk komoditas batu bara.
Dia menambahkan pemerintah juga berencana menyesuaikan tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh) bagi perusahaan dengan kontrak IUPK dari 22% menjadi sesuai dengan peraturan di bidang pajak penghasilan.
"Jika disahkan, kami menilai usulan ini berpotensi menekan kinerja emiten produsen batu bara yang beroperasi dengan izin IUP [izin usaha pertambangan] seperti Bukit Asam [PTBA] dan PKP2B seperti Indo Tambangraya Megah [ITMG]," kata Hendriko.
Sementara itu, untuk produsen batu bara dengan kontrak IUPK, Stockbit Sekuritas menilai wacana penyesuaian rentang tarif berpotensi meningkatkan kinerja emiten terkait, mengingat HBA per Maret 2025 sebesar US$128/ton.
Adapun, emiten produsen batu bara yang beroperasi dengan kontrak IUPK adalah Bumi Resources (BUMI), Indika Energy (INDY), dan Adaro Andalan Indonesia (AADI).
Analis Panin Sekuritas Rizal Rafly dalam risetnya tetap mempertahankan rekomendasi hold untuk ITMG dengan target harga Rp25.500 yang didorong oleh tren penurunan harga batu bara akibat oversupply global, dan rugi kurs akibat pelemahan nilai tukar.
Terpisah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman berpendapat penurunan harga saham komoditas seperti ADRO dan AADI saat ini memberikan alternatif investasi untuk investor yang memiliki tipe sebagai dividend hunter.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.