Bisnis.com, JAKARTA — BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan PT Vale Indonesa Tbk. (INCO) dan PT Timah Tbk. (TINS) menjadi dua emiten mineral logam paling terdampak dari rencana kenaikan royalti saat ini.
Analis BRI Danareksa Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis beralasan 2 emiten pelat merah itu memilki eksposur yang besar pada produk dengan kenaikan tarif tinggi untuk pendapatan mereka.
“INCO paling terdampak, mengingat mayoritas pendapatannya masih bergantung pada produksi nikel matte,” tulis Timothy dan Naura lewat riset, Selasa (11/3/2025).
Seperti diketahui, tarif nikel matte rencananya akan naik 125%, dari 2% menjadi 4,5%, mengacu pada usulan yang disampaikan otoritas mineral dan batu bara pada sosialisasi pada Sabtu (8/3/2025) lalu.
Di sisi lain, harga nikel telah lama mengalami koreksi sejak 2024. Situasi itu, kata Timothy dan Naura, bakal menekan margin laba kotor INCO ke level 1 digit.
Sementara itu, menurut BRI Danareksa, NCKL menjadi perusahaan yang paling minim terkena dampak dari rencana kenaikan tarif royalti ini. Alasannya, eksposur tarif NKCL hanya pada penjualan bijih nikel.
“Produksi nickel pig iron (NPI) NCKL tidak dikenakan royalti karena beroperasi di bawah izin usaha industri [IUI], bukan IUPK, berkat keterlibatan mitra asing,” tulis mereka.
Kendati demikian, Timothy dan Naura memperkirakan, sebagian besar perusahaan mineral logam di bawah pantauan BRI Danareksa bakal mengalami rata-rata penurunan laba sekitar 10% tahun ini jika kebijakan tarif royalti jadi diambil.
“Kami tetap mempertahankan rekomendasi neutral untuk sektor pertambangan logam, dengan urutan preferensi: ANTM > NCKL > TINS > INCO > MBMA > MDKA,” tulis mereka.
Seperti diketahui, revisi tarif royalti minerba ini menjadi bagian dari revisi Peraturan Pemerintah No.26/2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian ESDM, serta Revisi Peraturan Pemerintah No.15/2022 tentang Perlakuan Perpajkaan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan revisi itu sebagai upaya perbaikan tata kelola. Khususnya untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Tidak ada maksud apa pun atau memberatkan salah satu pihak ataupun industri, dan kami harap industri pertambangan bisa sustain,” kata Tri dalam acara konsultasi publik di Jakarta, Sabtu (8/3/2025).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.