Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah jatuh ke level terendah tahun ini setelah OPEC+ dikabarkan akan kembali membuka keran produksi yang sempat dihentikan. Keputusan ini berisiko memperburuk kelebihan pasokan minyak global yang sudah diprediksi sebelumnya.
Melansir Bloomberg, harga mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April ditutup anjlok 2% ke level US$68,27 per barel pada perdagangan Senin (3/3/2025).
Sementara itu, harga minyak patokan global Brent untuk kontrak pengiriman Mei ditutup melemah 1,6% ke US$71,62 per barel.
Seorang delegasi OPEC+ mengatakan bahwa kelompok produsen yang dipimpin Arab Saudi dan Rusia tersebut akan meningkatkan produksi sebesar 138.000 barel per hari mulai April. Kebijakan ini sebelumnya sudah tertunda tiga kali dan kini dilanjutkan setelah adanya tekanan dari Presiden AS Donald Trump untuk menekan harga minyak.
Keputusan ini mengguncang pasar yang sebelumnya memperkirakan OPEC+ akan kembali menunda produksi tambahan, mengingat ancaman kelebihan pasokan dan permintaan energi yang lesu di AS serta China, yang merupakan dua konsumen minyak terbesar dunia.
Ketidakpastian akibat ancaman perang dagang Trump semakin membebani pasar, menekan volume perdagangan, dan membuat hedge fund memangkas posisi beli mereka dalam minyak mentah AS ke titik terendah sejak 2010.
Baca Juga
Di sisi lain, keputusan OPEC+ ini juga mengguncang saham perusahaan energi AS, dengan indeks S&P 500 Energy anjlok hingga 3,8%.
Analis Strategas Securities Jon Byrne mengatakan keputusan OPEC ini memperkuat kemungkinan pasokan minyak AS berada di posisi yang lebih rendah tahun depan karena OPEC kembali menguasai pasar.
“Tambahan pasokan dari OPEC dapat menjadi penyeimbang jika ekspor minyak Iran terganggu akibat sanksi tambahan dari pemerintahan Trump,” ungkap Byrne seperti dilansir Bloomberg, Selasa (4/3/2025).
Pasar minyak sempat bergejolak sepanjang sesi perdagangan seiring pelaku pasar menunggu kejelasan kebijakan Trump terkait tarif impor minyak dari Kanada dan Meksiko serta rencana kenaikan tarif ganda untuk China.
Kebijakan ini berpotensi mendongkrak harga minyak AS dan meningkatkan biaya operasional kilang.
Sementara itu, Eropa tengah bergerak cepat menyusun strategi bagi Ukraina setelah ketegangan diplomatik antara Trump dan Presiden Volodymyr Zelensky.
Masa depan sanksi terhadap minyak Rusia pun masih abu-abu, terutama setelah AS dilaporkan menghentikan pendanaan untuk penjualan senjata baru ke Ukraina.