Bisnis.com, JAKARTA — Penjualan mobil domestik per Januari 2025 masih mencatatkan kinerja yang jeblok. Seiring dengan proyeksi lemahnya bisnis otomotif, saham PT Astra International Tbk. (ASII) di pasar pun masih lesu.
Mengacu data terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total penjualan mobil secara wholesales tercatat sebesar 61.843 unit per Januari 2025, turun 11,3% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 69.758 unit.
Penjualan mobil secara ritel juga turun 18,6% YoY menjadi 63.858 unit pada Januari 2025, dibandingkan 78.437 unit pada periode yang sama 2024.
Head of Corporate Investor Relations Astra International Tira Ardianti mengatakan penjualan kendaraan tahun ini memang akan cukup menantang. Menurutnya, salah satu penyebab lesunya penjualan kendaraan adalah kondisi ekonomi global yang memengaruhi Indonesia.
"Karena tahun kemarin juga marketnya enggak mencapai 1 juta, dan banyak global exposure yang bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia. Jadi daya beli itu menjadi salah satu juga concern kita," kata Tira pada beberapa waktu lalu (13/2/2025).
Terdapat pula sejumlah tantangan yang menghambat penjualan pada tahun ini, salah satunya penerapan opsen pajak. Meskipun penerapan pajak ini ditunda, tetapi cepat atau lambat, menurut Tira pajak opsen ini akan diterapkan pemerintah.
Baca Juga
Opsen pajak merupakan pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu, berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"Jadi ini merupakan tantangan untuk pasar otomotif di tahun ini. Saya rasa saat ini melihat situasi yang ada, masih diamati dulu perkembangannya akan seperti apa," ujarnya.
Tira berharap ada katalis-katalis positif nantinya yang bisa membantu daya beli masyarakat.
Sebelumnya, Head of Corporate Communications Astra Boy Kelana Soebroto mengatakan pada tahun ini kekhawatiran lesunya penjualan juga datang dari melemahnya daya beli seiring dengan keputusan pemerintah dalam menaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% ke 12%.
Mengacu ketentuan dari pemerintah, barang yang dikenakan PPN 12% adalah barang yang sudah terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), termasuk kendaraan bermotor.
"Dinamika domestik seperti opsen dan kenaikan PPN menjadi 12%, serta situasi politik internasional dan ekonomi global perlu diwaspadai dan dicermati dari waktu ke waktu sebagai bahan evaluasi kami terhadap target ke depan," ujar Boy kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.
Di tengah kondisi tersebut, pada tahun ini ASII berharap penjualan terutama di segmen bisnis otomotif bisa meningkat, minimal sama dengan tahun lalu.
"Jadi, harapan kami pada 2025 ini semoga akan ada katalis-katalis positif untuk menjaga tingkat daya beli masyarakat yang dapat membantu mendorong penjualan otomotif nasional," tutur Boy.
Gerak Saham ASII
Seiring dengan kondisi lesunya penjualan otomotif pada 2025, gerak saham ASII masih di zona merah. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham ASII memang menguat 0,43% ke level Rp4.680 per lembar pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (14/2/2025).
Namun, saham ASII masih turun 4,49% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) atau sejak perdagangan perdana 2025.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christopher Rusli dalam risetnya menilai emiten terkait otomotif seperti ASII memang masih diselimuti sederet sentimen negatif. Salah satu sentimen negatif yang menyertai adalah kekhawatiran daya beli lemah akibat kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
"Kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 diperkirakan akan menekan penjualan mobil secara signifikan," tulis Christopher dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.
Konsumen kelas menengah ke bawah, yang sudah terbebani oleh pajak yang lebih tinggi kemungkinan akan menunda pembelian dan mengadopsi kebiasaan belanja yang lebih hati-hati.
Meski begitu, Mirae Asset Sekuritas masih mempertahankan peringkat overweight untuk sektor otomotif dengan ASII sebagai pilihan utama. Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan buy untuk ASII dengan target harga saham Rp6.200 per lembar.
"Kami mempertahankan peringkat overweight untuk sektor otomotif karena kami mengantisipasi pemulihan penjualan pada 2025," tulis Christopher pada beberapa waktu lalu.
Mirae Asset Sekuritas juga telah memperhitungkan dampak kenaikan PPN menjadi 12% terhadap perkiraan penjualan mobil, di mana penjualan masih tetap tumbuh sampai menyentuh 920.000 unit.
Sebelumnya, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer juga menilai prospek saham dan kinerja emiten otomotif pada 2025 menghadapi tantangan dari kebijakan perpajakan yang diperkirakan menekan daya beli masyarakat terhadap kendaraan konvensional.
Selain kebijakan pajak, beberapa sentimen lain akan memengaruhi kinerja emiten otomotif adalah pertumbuhan ekonomi domestik yang berdampak pada daya beli masyarakat, perubahan harga komoditas seperti baja dan nikel yang memengaruhi biaya produksi.
"Selain itu, tren elektrifikasi dan inisiatif ESG [environment, social, governance] memberikan peluang bagi emiten yang beradaptasi dengan baik, terutama di pasar kendaraan listrik," ujar Miftah kepada Bisnis.
------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.