Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Asia diperkirakan akan menguat pada Rabu (12/2/2025) setelah komentar Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang mengisyaratkan kesabaran sebelum menurunkan suku bunga lebih lanjut.
Mengutip Bloomberg, ekuitas berjangka untuk Jepang dan Hong Kong meningkat, dan Australia stabil. Sementara itu, indeks S&P 500 sebagian besar datar karena sebagian besar saham teknologi besar turun, meskipun Meta Platforms Inc. naik untuk hari ke-17 berturut-turut.
Treasury melemah, dengan pasar uang masih memperhitungkan sepenuhnya satu kali penurunan suku bunga oleh The Fed tahun ini. Imbal hasil 10-tahun Australia naik empat basis poin di awal perdagangan.
Powell menyebut, The Fed tidak perlu terburu-buru untuk menyesuaikan suku bunganya, yang sebagian besar menggemakan pernyataannya pada Januari lalu, setelah suku bunga kebijakan utama tidak diubah menyusul pemotongan pada tiga pertemuan terakhir pada 2024.
Para pejabat telah memberi isyarat bahwa mereka kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil sampai mereka melihat lebih banyak kemajuan dalam menurunkan inflasi, dan menunggu rincian lebih lanjut mengenai rencana kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump.
"Para pengambil kebijakan mengambil perpanjangan waktu jeda terhadap suku bunga, namun tetap berorientasi pada penurunan biaya pinjaman lebih lanjut jika dan ketika ada kemajuan inflasi yang berkelanjutan," kata Krishna Guha dari Evercore ISI.
Baca Juga
Pada pasar Asia, rupee India mengalami reli tertinggi dalam dua tahun pada Selasa (11/2/2025) lalu karena adanya dugaan intervensi kuat oleh bank sentral.
Meskipun Reserve Bank of India tidak mengungkapkan besarnya intervensi yang dilakukannya, Anil Kumar Bhansali, kepala perbendaharaan di Finrex Treasury Advisors, memperkirakan intervensi tersebut mungkin berada pada tingkat yang belum pernah terlihat oleh otoritas sebelumnya.
Dong Vietnam jatuh ke rekor terendah terhadap dolar AS karena mata uang negara berkembang berada di bawah tekanan akibat meningkatnya ancaman tarif. Retorika pungutan ini telah mendorong kekuatan dolar AS secara luas, dimana negara-negara yang bergantung pada perdagangan, seperti Vietnam, menjadi sangat rentan.
Sementara itu, Uni Eropa telah berjanji untuk menanggapi tarif 25% yang menurut Trump akan dikenakan oleh AS pada impor baja dan aluminium, sehingga meningkatkan potensi perselisihan dagang dengan salah satu sekutu terdekat Washington.