Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah tergelincir pada akhir perdagangan Kamis (6/2/2025) setelah Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan ambisinya untuk menekan harga energi, meskipun di saat bersamaan ia juga mendorong sanksi yang lebih keras terhadap Iran.
Melansir Bloomberg, harga minyak West Texas Intermedaiate (WTI) ditutup melemah 0,6% ke US$70,61 per barel di New York. Adapun harga minyak mentah patokan global, Brent, melemah 0,4% ke US$74,29 per barel.
WTI memperpanjang tren penurunan tiga hari yang membawa harga mendekati wilayah jenuh jual dalam indeks kekuatan relatif.
Harga minyak berfluktuasi tajam sepanjang sesi perdagangan, awalnya melemah setelah Trump kembali menegaskan janjinya untuk meningkatkan produksi minyak, namun sempat melonjak hingga 1,2% setelah Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap jaringan internasional yang membantu pengiriman minyak Iran ke China.
Kenaikan tersebut tidak bertahan lama karena investor menilai bahwa sanksi Iran yang lebih ketat berisiko langsung memengaruhi pasokan global. Sebelumnya, kebijakan AS yang lebih longgar telah memungkinkan Iran meningkatkan ekspor minyaknya sekitar 1 juta barel per hari dalam beberapa tahun terakhir.
Di sisi lain, skeptisisme meluas terhadap janji Trump untuk mengubah kebijakan energi AS, dengan banyak pihak meragukan apakah produsen minyak domestik akan meningkatkan produksi, mengingat fokus mereka saat ini lebih pada efisiensi modal dan dividen pemegang saham.
Baca Juga
Tim analis Citigroup Francesco Martoccia mengatakan pihaknya tetap berpandangan bahwa kebijakan Presiden Trump pada akhirnya bisa menjadi faktor bearish bagi pasar minyak mentah.
“Trump secara konsisten menyoroti harga energi yang lebih rendah sebagai solusi utama untuk inflasi, suku bunga, utang, dan biaya hidup di AS—isu inti yang menjadi alasan ia terpilih,” tulisnya dalam riset seperti dikutip Bloomberg, Jumat (7/2/2025).
Sejak Trump kembali menjabat bulan lalu, pasar minyak mengalami volatilitas tinggi, dengan pergerakan tajam akibat ancaman tarif dan kebijakan perdagangannya. Fluktuasi pada Kamis mencerminkan volatilitas serupa di pasar saham dan obligasi daerah, sementara investor mencermati berbagai sinyal menjelang laporan ketenagakerjaan Jumat ini.
Selama masa kepemimpinan pertamanya, Trump kerap menggerakkan harga minyak hanya dengan unggahan media sosial atau pernyataan spontan—tren ini mulai muncul kembali dalam dua minggu terakhir. Banyak pedagang minyak dan bahan bakar meninggalkan pasar akibat volatilitas ekstrem, yang semakin menekan harga.
Indikasi pelemahan di pasar fisik juga terlihat. Premi minyak Brent untuk pengiriman segera dibandingkan kontrak bulan depan menyusut ke level terendah tahun ini, turun di bawah 50 sen per barel, jauh lebih kecil dibandingkan sekitar US$1 pada akhir bulan lalu.