Bisnis.com, JAKARTA — Peluang terjadinya penguatan saham di bulan Januari atau January Effect diperkirakan tidak akan terlalu agresif pada 2025.
Head of Markets and Securities Service HSBC Indonesia Ali Setiawan mengatakan January Effect tidak terlalu agresif lantaran dana asing di lantai bursa akan terbatas pada tahun ini.
"Efek Januari menurut saya tidak akan terlalu agresif pada tahun 2025 karena dana asing yang keluar itu sangat limited di tahun ini, masih limited," katanya dalam acara Investment Outlook 2025 di Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Dia mengatakan bahwa dana asing yang masih rendah di pasar saham negara berkembang, termasuk Indonesia, selaras dengan rencana The Fed yang memangkas suku bunga.
Adapun, saat The Fed memangkas suku bunga pada Oktober-November 2024 terlihat dana asing mulai masuk ke pasar saham Indonesia. Namun, saat The Fed memberikan indikasi pemangkasan suku bunga pada 2025 tidak akan agresif membuat investor asing tampak menahan investasinya di negara berkembang.
"Sekarang kita melihat suku bunga masih di sini-sini saja, mungkin [aliran] dana pun tidak akan deras," ujarnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa biasanya terjadi penguatan saham pada awal tahun bukan karena sentimen January Effect, melainkan lebih ke eksekusi pipeline penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).
"Sehingga ekspektasinya, kalau ada pipeline IPO yang besar, maka itu akan mengerek pasar saham, sehingga ada dampak yang positif," ucapnya.
Untuk diketahui, January Effect merupakan kecenderungan terjadinya kenaikan harga saham pada Januari setelah periode liburan akhir tahun sejalan dengan aksi beli investor pada awal tahun.
Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menyampaikan bahwa sebanyak 22 perusahaan masuk dalam pipeline pencatatan saham di BEI hingga Jumat (3/1/2025).
"Dari 22 calon perusahaan tercatat tersebut, 19 perusahaan memiliki aset skala besar, atau di atas Rp250 miliar," katanya Sabtu (4/1/2025).
Nyoman melanjutkan, terdapat 2 perusahaan skala menengah dengan nilai aset antara Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar yang mengantre untuk IPO.
Selain itu, sebanyak 1 perusahaan merupakan perusahaan dengan aset skala kecil, atau dengan aset di bawah Rp50 miliar.
Sementara itu, berdasarkan data BEI tercatat bahwa ada sebanyak 41 perusahaan melakukan initial public offering (IPO) pada 2024.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.