Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Terpuruk, Ini Alasan Sektor Tambang dan Energi Bakal Bersinar

Pelemahan rupiah yang diiringi dengan penguatan indeks dolar AS bakal mengerek kinerja produksi dan pendapatan dari sektor pertambangan dan energi.
Aktivitas alat berat kontraktor pertambangan PT Petrosea Tbk. (PTRO)/petrosea.com
Aktivitas alat berat kontraktor pertambangan PT Petrosea Tbk. (PTRO)/petrosea.com

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah ekonomis menilai sektor pertambangan dan energi bakal tetap diuntungkan di tengah tren pelemahan rupiah saat ini. Alasannya, sektor tambang dan energi sebagian besar berorientasi ekspor.

Chief Economist of BCA Group David Sumual mengatakan pelemahan rupiah yang diiringi dengan penguatan indeks dolar AS bakal mengerek kinerja produksi dan pendapatan dari sektor pertambangan dan energi secara keseluruhan.

“Ini tentu menekan rupiah tapi buat sektor pertambangan mineral ini justru bisa memacu volume produksi karena mereka kan banyak produksinya itu orientasinya ekspor,” kata David, Senin (25/11/2024).

Berdasarkan data Bloomberg, mata uang rupiah ditutup melemah 0,04% ke level Rp15.881 per dolar AS. Sementara itu, mata uang dolar AS tercatat melemah 0,36% ke level 107,16 sore ini.

Mata uang Asia lainnya seperti yen Jepang ditutup menguat 0,12%, dolar Hong Kong menguat 0,03%, dolar Singapura melemah 0,05%, dolar Taiwan menguat 0,22%, dan won Korea Selatan menguat 0,12%.

Lalu peso Filipina melemah 0,15%, rupee India menguat 0,19%, yuan China melemah 0,02%, ringgit Malaysia menguat 0,13%, dan baht Thailand melemah 0,26%.

Di sisi lain, David menambahkan, potensi tensi perang dagang antara China dan Amerika Serikat setelah terpilihnya Donald Trump bakal ikut mengerek potensi kinerja sektor tambang dan energi dalam jangka menengah dan panjang.

“Karena yang namanya ketidakpastian, ketidakstabilan geopolitik, perang itu membuat harga komoditas masih relatif kita lihat tinggi,” kata David.

Di sisi lain, SVP Bank Mandiri Freddy Iwan S. Tambunan berpendapat terpilihnya Trump belakangan mendorong suku bunga tetap ditahan atau lebih tinggi. Padahal, sebelumnya ekspektasi pasar bank sentral bakal memangkas suku bunga dalam jangka panjang.

“Itu yang meningkatkan ongkos pembiayaan di pengusaha sehingga lagi-lagi pengusaha dipaksa untuk lebih efisien dalam jangka pendek,” kata Freddy.

Seperi diberitakan sebelumnya, indeks dolar diperkirakan akan tetap menguat didukung oleh kebijakan Trump, yang dipandang dapat menaikkan inflasi, dan kemungkinan akan menghasilkan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama di AS selama beberapa tahun mendatang.

Sementara itu, pelaku pasar juga mengurangi taruhan untuk pemangkasan suku bunga seperempat poin dari Federal Reserve pada bulan Desember menjadi 52%, dibandingkan dengan 72% sebulan lalu, menurut CME Fedwatch Tools.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper