Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Loyo ke Level Rp15.786,5 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (5/11/2024) ke level Rp15.786,5 per dolar AS.
Karyawati menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (14/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (5/11/2024) ke level Rp15.786,5 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,22% atau 34 poin ke level Rp15.786,5 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau naik 0,02% ke level 103,9.

Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang Asia lainnya mengalami pelemahan. Yen Jepang misalnya melemah 0,09%, dolar Hong Kong melemah 0,03%, dolar Taiwan melemah 0,06%, won Korea Selatan melemah 0,16%, dan yuan China melemah 0,08%.

Terdapat sejumlah mata uang Asia yang mengalami penguatan. Dolar Singapura, misalnya, menguat 0,03% dan baht Thailand menguat 0,02%.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pada perdagangan hari ini, Selasa (5/11/2024), mata uang rupiah fluktuatif tetapi diproyeksikan ditutup menguat di rentang Rp15.690 - Rp15.770 per dolar AS.

Terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi fluktuasi rupiah. Dari luar negeri, para investor bersiap menghadapi kemungkinan perubahan arah ekonomi global di tengah gelaran Pilpres AS.

Selain itu, menguatnya taruhan bahwa pasar tenaga kerja AS yang mendingin akan membawa lebih banyak pemotongan suku bunga dari The Fed. Para ekonom memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. 

Dari dalam negeri, pasar merespons negatif terhadap rilis data Purchasing Managers Indeks (PMI) Manufaktur Indonesia per Oktober 2024 yanf masih berada di level kontraksi 49,2 sama seperti bulan sebelumnya. PMI tersebut telah menunjukkan kontraksi sejak Juli 2024, dimulai dari level 49,3, dan menurun lebih jauh ke 48,9 pada Agustus. 

Dengan demikian, sektor manufaktur nasional telah mengalami kontraksi selama 4 bulan berturut-turut. Sebelumnya, pada Juni, PMI masih berada di level ekpansif di atas 50, yakni 50,7. 

Laporan S&P Global menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia mengalami penurunan marginal dalam operasional selama Oktober 2024, dan terus mengalami penurunan pada sisi produksi, permintaan baru, dan ketenagakerjaan sejak September 2024.

Penurunan ini disebabkan oleh rendahnya aktivitas pasar, yang dalam beberapa kasus dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik, membuat klien bersikap waspada dan menahan aktivitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper