Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melonjak jelang rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Senin (6/5/2024). Bahkan, peningkatan rupiah menjadi yang tertinggi di Asia.
Pagi ini, rupiah dibuka melonjak naik 98 poin atau 0,61% menjadi Rp15.985 per dolar AS. Indeks dolar AS naik 0,06% ke level 105,092.
Sementara itu, mata uang Asia lainnya juga menguat seperti won Korea Selatan naik 0,53%, peso Filipina 0,27%, yuan China 0,41%, dolar Taiwan 0,20%.
Akhir pekan lalu, Jumat (3/5/2024), rupiah ditutup menguat 0,63% ke Rp16.083 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,04% ke 105,25.
Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra mengatakan rilis data tenaga kerja AS Non Farm Payrolls, pendapatan rata-rata per jam, dan tingkat pengangguran pada April 2024 menunjukkan hasil dengan angka yang lebih buruk dari bulan sebelumnya.
Rilis data pekerjaan Amerika Serikat (AS) pada April 2024 tumbuh lambat jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 175.000 pekerjaan atau turun dari sebelumnya sebesar 315.000 penambahan pekerjaan baru.
Baca Juga
Sementara itu, tingkat penggangguran AS 2024 naik ke level 3,9% berada di atas ekspektasi dari periode sebelumnya.
"Ini mendorong pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya dan mungkin terbawa ke awal pekan dan bisa memicu kembali penguatan rupiah terhadap dolar AS," ujar Ariston kepada Bisnis, dikutip Minggu, (5/5/2024).
Terlebih, dengan dorongan pelemahan dolar AS karena pernyataan The Fed pasca rapat kebijakan moneter yang dianggap tidak hawkish karena Ketua The Fed Jerome Powell tidak mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuannya tahun ini.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama 2024 pada Senin (6/5/2024).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2024 mencapai 5,17% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Perkiraan tersebut menguat dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir 2023 yang sebesar 5,04% yoy, yang dipengaruhi oleh dorongan momentum Ramadan.
“Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh pergeseran bulan Ramadan, periode peningkatan permintaan secara musiman, dari kuartal kedua di tahun sebelumnya ke kuartal pertama di tahun ini,” katanya kepada Bisnis, Sabtu (4/5/2024).
Josua menjelaskan, pergeseran bulan Ramadan yang jatuh pada kuartal pertama 2024 menyebabkan efek low-base, yang berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih tinggi.
Selain itu, peningkatan pengeluaran terkait dengan pemilihan presiden 2024 juga semakin mendorong pengeluaran pemerintah dan lembaga non-profit yang melayani rumah tangga, termasuk partai politik.