Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia menghadapi tekanan dari pelemahan di Wall Street usai risalah rapat Federal Reserve mengindikasikan suku bunga akan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (4/1/2024), kontrak indeks acuan Jepang turun, sedangkan kontrak indeks saham Hang Seng naik tipis. Indeks Kospi Korea Selatan terpantau melemah 0,67% pada awal perdagangan,
Bursa Asia menghadapi tekanan setelah bursa saham AS melemah pada perdagangan Rabu (3/1). Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 0,76% atau 284,85 poin ke 37.430,19 dan S&P 500 tergelincir 0,80%atau 38,02 poin ke 4.704,81, dan Nasdaq anjlok 1,18% atau 173,73 poin ke 14.592,21.
Adapun pada perdagangan kemarin, indeks Hang Seng ditutup melemah 0,85% dan Shanghai Composite China menguat 0,17%. Sementara itu, indeks saham Jepang masih ditutup karena libur tahun baru.
Pelemahan pasar saham didorong oleh risalah Fed dari pertemuan 12-13 Desember 2023 yang menunjukkan pejabat bank sentral AS tersebut sepakat bahwa mempertahankan sikap kebijakan moneter yang restriktif untuk beberapa waktu merupakan langkah tepat.
Di sisi lain, pejabat The Fed juga mengakui bahwa suku bunga mungkin telah berada pada tingkat puncak dan akan mulai memangkas suku bunga pada tahun 2024.
Baca Juga
"Para peserta memandang suku bunga kebijakan kemungkinan berada pada atau mendekati puncaknya untuk siklus pengetatan ini," demikian kutip risalah FOMC yang dirilis Rabu (3/1) waktu setempat.
Meskipun demikian, para pejabat menegaskan kembali kebijakan yang tetap berada pada posisi restriktif untuk beberapa waktu sampai inflasi jelas bergerak turun secara berkelanjutan akan menjadi langkah yang tepat.
"Secara keseluruhan, itu adalah pembaruan yang hawkish dari The Fed," ungkap analis BMO Capital Markets Ian Lyngen.
Data manufaktur AS pada hari Rabu menunjukkan aktivitas tetap mengalami kontraksi. Angka terpisah menunjukkan jumlah lowongan pekerjaan turun tipis pada November 2023 dari angka revisi bulan sebelumnya sebagai tanda pelemahan pasar tenaga kerja.
Pasar saham Asia telah terombang-ambing pada perdagangan awal tahun 2024, setelah data manufaktur China mencatat hasil yang beragam.
Berdasarkan data resmi pemerintah China pada akhir pekan lalu, aktivitas manufaktur Negeri Panda ini menyusut pada Desember 2023 ke level terendah dalam enam bulan terakhir. Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) manufaktur turun menjadi 49.
Untuk diketahui, angka PMI di bawah 50 menunjukkan aktivitas masih mengalami kontraksi, sedangkan angka di atas 50 menunjukkan ekspansi.
Angka tersebut lebih lemah dari perkiraan median proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg sebesar 49,6 dan sama dengan angka pada bulan Juni.
Adapun PMI non-manufaktur naik menjadi 50,4 dari 50,2 pada November, didorong oleh ekspansi di sektor konstruksi karena investasi infrastruktur yang dipimpin oleh pemerintah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Namun, aktivitas jasa tetap mengalami kontraksi dengan tetap berada di 49,3.
Di sisi lain, indeks aktivitas pabrik China dari Caixin mencatatkan momentum ekspansi pada bulan Desember 2023. PMI manufaktur Caixin naik menjadi 50,8 pada Desember 2023 dari 50,7 pada bulan sebelumnya.
Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus dan di atas estimasi dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom.
Baik survei manufaktur pemerintah China dan Caixin mencakup ukuran sampel, lokasi geografis, dan jenis bisnis yang berbeda. Hasil survei Caixin secara umum mengungguli hasil survei resmi tahun lalu.
Ekonom Greater China di Societe Generale SA Michelle Lam mengatakan data ini masih menunjukkan bahwa sektor manufaktur China sedang dalam pemulihan yang rapuh.
”Performa yang lebih baik dalam jajak pendapat Caixin mungkin menunjukkan bahwa bisnis-bisnis kecil dan menengah melakukan sedikit lebih baik daripada perusahaan-perusahaan yang ditangkap oleh survei resmi,” ungkapnya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (4/1/2024).
Para investor juga akan mengamati rilis PMI sektor jasa China dari Caixin bulan Desember untuk melihat tanda-tanda ketahanan di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.