Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) fluktuatif usai merilis kinerja periode 2021.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, saham ANTM parkir di zona merah dengan koreksi 0,42 persen ke level Rp2.380 hingga akhir sesi pertama Kamis (17/3/2022). Pergerakan saham pelat merah produsen emas dan nikel itu tengah melaju dalam tren negatif dalam lima hari terakhir.
1. Modal Saham Aneka Tambang (ANTM) Lewati Rp3.000
Data menunjukkan harga ANTM menguap 8,11 persen atau Rp210 poin untuk periode lima hari terakhir. Akan tetapi, saham perseroan masih mencetak return atau imbal hasil positif 1,71 persen untuk periode berjalan 2022.
Laju saham ANTM dalam lima hari terakhir berbanding terbalik dengan catatan kinerja periode 2021 yang baru saja dirilis perseroan.
Ulasan lebih lanjut dapat dibaca di artikel ini.
2. Targetkan Pertumbuhan Kinerja dan Dividen, Potensi Saham Matahari (LPPF) Bersinar
Matahari menutup 2021 dengan kinerja yang pertumbuhan top line dan bottom line yang positif. Sempat menelan kerugian sebesar Rp873,18 miliar akibat tertekan pandemi pada 2020, emiten berkode saham LPPF itu berbalik memperoleh laba bersih sebesar Rp912,85 miliar.
Wakil Presiden Direktur dan CEO Matahari Departement Store, Terry O’Connor mengatakan akselerasi performa LPPF tak lepas dari keyakinan konsumen yang melanjutkan perbaikan. Hal itu terlihat pada pulihnya tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan ketika kasus Covid-19 relatif rendah sebelum gelombang Omicron.
“Pemulihan ritel fesyen di Amerika Serikat, Eropa, dan wilayah lainnya diperkirakan berlanjut pada 2022. Seiring mobilitas yang meningkat, pakaian terkait perjalanan, termasuk pakaian formal akan makin relevan,” katanya dalam paparan publik, Selasa (15/3/2022).
Cerita lebih lanjut soal perkembangan bisnis LPPF dan prospek sahamnya dapat Anda baca di sini.
3. Metaverse ala BBRI, BMRI, BBNI dan Peringatan OJK
Perbankan dari kelompok badan usaha milik negara (BUMN) tampak begitu agresif untuk berekspansi ke bisnis metaverse. Setidaknya sudah ada tiga bank anggota himpunan bank milik negara (Himbara) yang masuk ke bisnis digital tersebut.
Di tengah agresifnya bank-bank Himbara dalam mengembangkan bisnis terkait dengan metaverse, peringatan dan imbauan pun sempat muncul dari regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Imbauan itu dilayangkan oleh OJK pada medio akhir Februari 2022 lalu.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa keuangan (OJK) Anto Prabowo mengatakan OJK berharap bank BUMN melanjutkan transformasi yang sedang berlangsung. Sebab, OJK menilai, bank BUMN atau Himbara merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional.
Selengkapnya dapat Anda baca di artikel ini.
4. Menilik Alasan Sejumlah Perusahaan Indonesia Batal Gandeng SPAC untuk IPO
Jumlah perusahaan asal Indonesia yang membatalkan langkah untuk melantai di bursa luar negeri dengan menggandeng perusahaan cangkang, kembali bertambah.
Baru-baru ini, FinAccel Pte Ltd, induk platform penyedia layanan pembiayaan skema bayar tunda atau paylater Kredivo (PT FinAccel Finance Indonesia) menambah daftar perusahaan yang batal IPO melalui perusahaan cangkang atau Special Purpose Aquisition Company (SPAC).
Kredivo sebelumnya berencana merger dengan perusahaan cangkang atau SPAC bernama Impact Acquisition Holdings II (VPCB) sejak Agustus 2021.
Sebelumnya beberapa perusahaan juga batal menggandeng SPAC dalam aksi korporasi mereka. Pada tahun lalu, terdapat dua nama perusahaan yang batal menggandeng SPAC, yakni PT Asia Vision Network (AVN) dan Traveloka.
Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca di sini.
6. Sempat Dicemaskan Bangkrut, Bank Muamalat di Tangan BPKH Menuju IPO, Menarik?
Sebuah kejutan besar kemudian terjadi pada November 2021 lalu, sebagian besar pemegang saham Bank Muamalat yakni Islamic Development Bank, Bank Boubyan, Atwill Holdings Limited, National Bank of Kuwait, IDB Investment Foundation, dan BMF Holdings Limited memberikan hibah ke Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Jumlahnya sebanyak 77,42 persen saham. Dengan tambahan kepemilikan eksisting, setelah hibah maka BPKH memiliki 78,45 persen.
Setelah hibah jumbo itu, BPKH menyiapkan Bank Muamalat untuk IPO di Bursa Efek Indonesia. Bagaimana kinerjanya? Cek di sini.