Bisnis.com, JAKARTA – Emiten industri kayu lapis PT Tirta Mahakam Resources Tbk. (TIRT) mengubah strategi untuk poles kinerja tahun ini, guna mengompensasi terhentinya aktivitas produksi.
Presiden Direktur Tirta Mahakam Resources Djohan Surja Putra mengatakan perseroan tengah berupaya untuk memenuhi persyaratan standar produk negara tujuan ekspor. Misalnya kerja sama dengan dua perusahaan afiliasi yang memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPL).
“Kami juga memperoleh sertifikasi Japan Agricultural Standards [JAS] dan Sertifikat Legalitas Kayu [SVLK],” katanya pada Selasa (24/8/2021).
Dalam laporan keuangan kuartal I/2021, segmen kayu lapis menghadapi penurunan dari posisi Rp65,1 miliar menjadi Rp11,17 miliar. Begitu juga dengan segmen polyster dari posisi Rp25,68 miliar menjadi Rp434 juta.
Sebagai informasi, TIRT memiliki kapasitas produksi mencapai 144.000 meter kubik per tahun dan kebutuhan kayu bulat per tahun sekitar 288.000 meter kubik.
Djohan mengatakan perseroan telah menjalin kerja sama yang baik dengan pembeli serta produk yang dihasilkan sesuai dengan ekspektasi. Adapun semua produksi perseroan mayoritas diekspor pada Jepang.
Beberapa produk yang menjadi andalan adalah plywood tipis, polyster plywood dan polyster blockboard.
“Kami terus memantau perkembangan pandemi covid-19, serta melihat proyeksi permintaan pasar ke depan. Kami optimis keadaan akan membaik karena melihat adanya game changer yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yakni vaksin Covid-19 yang sudah mulai disiapkan oleh negara termasuk negara tujuan ekspor,” katanya.
Direktur Keuangan & Pembukuan Tirta Mahakam Resources Albert Adiwijaya menambahkan perseroan tengah menekan belanja modal. Selama tahun berjalan, belum ada anggaran yang telah direalisasikan.
Selain itu, emiten berkode saham TIRT tersebut juga menargetkan bisa menekan rugi komprehensif hingga Rp122 miliar.
Sebagai informasi tahun lalu, TIRT membukukan penjualan Rp168,88 miliar dengan rugi komprehensif Rp426,26 miliar. Adapun penurunan penjualan tahun ini disebakan proses produksi yang terkendala.
“[Kami] masih memantau saat ini produksi belum berjalan lagi sehingga target masih konservatif,” katanya Selasa (24/8/2021).