Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah menguat signifikan pada perdagangan awal pekan, Senin (8/2/2021) di tengah proyeksi pelemahan dolar AS dan melambungnya mata uang Asia.
Pada pukul 10.18 WIB, rupiah naik 35 poin atau 0,25 persen menjadi Rp13.995 per dolar AS. Penguatan indeks dolar AS menipis menjadi 0,03 persen di level Rp91,068.
Rupiah menguat bersama won Korea Selatan yang naik 0,56 persen, ringgit Malaysia 0,23 persen, dan yuan China 0,12 persen.
Sementara itu, Bank Indonesia menetapkan kurs referensi Jisdor hari ini menguat 62 poin menuju Rp14.000, dari akhir pekan lalu di level Rp14.062.
Sebelumnya, Dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi akan melanjutkan pelemahannya pekan ini setelah rilis data pekerja AS yang kurang memuaskan. Pasar emerging market diproyeksi akan mendapatkan dampak positif dari pelemahan tersebut.
Citigroup menyebut dolar AS akan menjadi mesin pendanaan menuju negara-negara emerging daripada euro. Pasalnya, sejarah menunjukkan mata uang AS cenderung melemah selama periode pemulihan global.
Baca Juga
Para ahli strategi pasar Citigroup yang dipimpin Dirk Willer mengungkapkan meski pendanaan euro baru-baru ini semakin populer, mata uang tunggal biasanya bergerak ke arah yang sama dengan nilai tukar emerging market sehingga mengurangi potensi keuntungan bagi investor.
"Sehubungan dengan 2021, kami yakin AS akan lebih berkembang daripada Eropa. Namun, masih tidak jelas bagi kami bahwa kondisinya akan sama untuk mata uang euro ikut turun dari mata uang emerging market yang memisahkan diri dari penurunan," urainya dikutip dari Bloomberg, MInggu (7/2/2021).
Menurut Dirk, meski ekonomi AS cenderung tumbuh lebih cepat daripada Eropa, hal tersebut tidak cukup untuk membuat pelemahan dolar berhenti. Analisis dari tiga periode sebelumnya di AS ketika kinerja ekonomi yang lebih baik membuat nilai tukar AS cenderung melemah meskipun ekonomi AS rebound paling banyak.
Ekonom Bank of America Corp. Joseph Song dan Alexander Lin mengatakan data ekonomi terbaru di AS itu menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja belum kehilangan ketidakpastian.
“Tapi sudah ada tanda-tanda bahwa hal baik akan segera datang,” tulis Song dan Lin dalam catatannya.
Saat dolar AS melemah saat rilis data tersebut, yield obligasi treasury AS bertenor 10 tahun menanjak hingga 1,18 persen sebelum akhirnya kembali menguat.