Bisnis.com, JAKARTA – Emiten konsumer PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) meyakini bahwa penjualan produk konsumer akan lebih baik pada periode ini dibandingkan kuartal kedua tahun ini.
Direktur Keuangan Mayora Indah Hendrik Polisar mengatakan bahwa kinerja keuangan perseroan pada periode ini akan didukung oleh kenaikan penjualan.
“(Pertumbuhan berasal dari kenaikan penjualan) domestik dan ekspor,” ungkap Hendrik kepada Bisnis, Senin (21/9/2020).
Hendrik menilai pertumbuhan penjualan di dalam dan luar negeri akan berlaku untuk semua segmen penjualan.
Beberapa waktu lalu, emiten berkode saham MYOR tersebut juga melaksanakan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan II Mayora Indah Tahap I Tahun 2020 dengan jumlah pokok Rp500 miliar yang merupakan bagian dari PUB II dengan target dana yang dihimpun seluruhnya senilai Rp2 triliun.
Berdasarkan prospektus perusahaan yang dipublikasikan di laman harian Bisnis Indonesia awal September lalu, seluruh dana dari penerbitan obligasi akan digunakan untuk memberikan pinjaman kepada entitas anak PT Torabika Eka Semesta (TES).
Baca Juga
“(Penggunaan seluruh dana obligasi) untuk modal kerja (TES),” ungkap Hendrik.
Hendrik menilai prospek penjualan dari minuman olahan dalam kemasan untuk produk Torabika masih bisa bertumbuh terlihat dari penjualan pada semester pertama tahun ini yang cukup stabil.
“Iya, kedepan (prospek bisnis Torabika) masih bagus," sambungnya.
Untuk diketahui, MYOR mencatatkan penurunan penjualan sebesar 8,1 persen secara tahunan menjadi Rp11,08 triliun. Namun, perseroan mampu membukukan laba bersih Rp938,47 miliar, naik 16,22 persen secara tahunan.
Analis RHB Sekuritas Michael Setjoadi mengatakan pada kuartal ketiga tahun ini perseroan bisa menggenjot penjualan ekspor yang ditandai oleh pemulihan ekonomi di beberapa negara.
“Ekspor tujuan utama MYOR justru ke China. Ekonomi (China) suka buka dan sedang dalam masa recovering,” ungkap Michael kepada Bisnis, Senin (21/9/2020).
Michael menilai bahwa prospek emiten produsen biskuit Roma tersebut cukup cerah kendati kondisi ekonomi memang belum bertumbuh secara signifikan ditambah dengan kompetisi yang semakin ketat.
“(Jika dibandingkan dengan) pertumbuhan year-on-year (2019), tahun 2020 sepertinya masih berat,” sambungnya.
Adapun, berdasarkan data konsensus Bloomberg, Michael masih merekomendasikan beli saham MYOR dengan target harga Rp2.700.
Di sisi lain, analis Sucor Sekuritas Jennifer Widjaja berpendapat bahwa meskipun pendapatan domestik pada kuartal kedua tidak tumbuh signifikan namun penjualan sudah mulai pulih pada bulan Juli sejalan dengan pemulihan aktivitas bisnis pada masa transisi PSBB.
“MYOR terlihat cukup yakin penjualan ekspor akan kembali pulih dengan performa penjualan musiman yang akan lebih tinggi lagi pada semester kedua terutama untuk kuartal keempat,” tulis Jennifer dalam publikasi risetnya baru-baru ini.
Adapun, MYOR menargetkan pasar ekspor akan menyumbang 40 hingga 45 persen total penjualan pada semester ini, berbanding dari 30 persen dari pendapatan semester sebelumnya.
Sekuritas juga merevisi proyeksi pendapatan pada tahun 2020 dengan kenaikan 2,2 persen dikarenakan proyeksi penurunan biaya operasional dan keuntungan valas pada tahun ini.
“Oleh karena itu, kami menetapkan target harga yang lebih tinggi yaitu Rp2.500 per saham berpatokan pada price-to-earning ratio 25 kali proyeksi tahun 2020 atau rata-rata rata-rata historis lima tahunnya,” tutupnya.