Bisnis.com, JAKARTA - Mayoritas emiten perkebunan masih melenggang dengan nyaman di zona hijau seiring dengan tren penguatan harga minyak sawit dalam beberapa perdagangan terakhir.
Pada perdagangan Rabu (15/7/2020) hingga penutupan sesi pertama, mayoritas saham emiten perkebunan masih berada di jalur kenaikan. Penguatan dipimpin oleh saham PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) yang berhasil naik hingga 13,91 persen ke level Rp565 per saham.
Kenaikan itu diikuti oleh saham PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT) yang menguat 8,7 persen, saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP) yang naik 5,06 persen, dan saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG) menguat 4,79 persen.
Tidak kalah, emiten kakap PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) juga ikut menguat 3,21 persen atau 275 poin ke level Rp8.850 per saham.
Namun sayang, momentum kenaikan ini tidak dimanfaatkan oleh saham PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) yang melemah 0,25 persen, PT Provident Agro Tbk. (PALM) yang terkoreksi 2,63 persen, dan PT Jaya Agra Wattie (JAWA) yang turun 3,03 persen.
Untuk diketahui, harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) berjangka semakin menguat dalam beberapa perdagangan terakhir.
Baca Juga
Berdasarkan data Bursa Malaysia, harga CPO berjangka untuk kontrak teraktif, Oktober 2020, hingga sesi penutupan sesi pertama perdagangan Rabu (15/7/2020), berhasil naik 33 poin ke level 2.508 ringgit per ton.
Sementara itu, untuk kontrak September 2020 harga CPO berhasil menguat hingga menyentuh level 2.535 ringgit per ton.
Harga CPO telah menguat hingga 21,84 persen sejak menyentuh level terendahnya pada awal Mei 2020. Dalam perdagangan satu bulan terakhir, harga telah menguat 2,06 persen.
Di sisi lain, Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan mengatakan bahwa setelah memperhitungkan semua rilis data dan sentimen yang ada, pihaknya melihat beberapa komoditas pada pekan ini akan menjadi kurang menarik.
Adapun, sentimen di pasar saat ini cenderung negatif seperti meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap gelombang kedua pandemi Covid-19 dan pernyataan Presiden AS Donald Trump tentang kesepakatan perdagangan fase kedua AS-China yang memberikan sinyal tidak ada kesepakatan lanjutan.
“Dengan demikian, kami berpikir bahwa investor harus menggunakan pendekatan jangka pendek ketika bermain di saham terkait komoditas,” ujar Andy seperti dikutip dari publikasi risetnya, Rabu (15/7/2020).
Dia menjelaskan harga CPO global akan diperdagangkan cenderung flat karena tarik menarik sentimen positif dan negatif.
Andy mencatat, produksi CPO Malaysia periode Juni akan melonjak menjadi 1,9 juta ton, naik 14,2 persen dari bulan sebelumnya dan naik 24,8 persen dibandingkan dengan Juni 2019. Level itu menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2018 dan lebih tinggi daripada ekspektasi pasar yang berharap hanya akan naik 8 persen yoy.
Sementara itu, Andy juga mencatat bahwa persediaan CPO Malaysia menyusut ke level terkecil dalam tiga bulan pada Juni karena ekspor dari produsen terbesar kedua melonjak paling tinggi dalam hampir dua tahun.