Bisnis.com, JAKARTA – Tembaga diproyeksi bergerak terbatas seiring dengan pekan liburan tahun baru imlek yang akan dimulai pada Jumat (24/1/2020). Namun, logam lain masih akan bergerak lebih tinggi di tengah optimisme naiknya permintaan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (21/1/2020) harga tembaga di bursa London melemah 0,22 persen menjadi US$6.259 per ton. Sementara itu, harga seng berhasil naik 0,6 persen menjadi US$2.444 per ton, harga timah naik 0,22 persen menjadi US$17.850 per ton, dan harga aluminium naik 0,39 persen menjadi US$1.812 per ton.
Pialang Marex Spectron Group Alastrair Munro mengatakan bahwa penguatan tembaga dalam beberapa perdagangan terakhir diredam seiring dengan pekan libur di AS dan China sehingga perdagangan menjadi lebih sepi.
Namun, logam lainnya masih mencetakkan kenaikan lebih tinggi di tengah prospek permintaan yang lebih baik setelah AS dan China berhasil mengantongi kesepakatan dagang tahap pertama.
“Selain itu, seng dan timah bergerak menguat diuntungkan karena para pedagang juga menurunkan posisi pendeknya atau cenderung mengambil untung menjelang Tahun Baru Imlek,” ujar Alastair seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (21/1/2020).
Sementara itu, Citigroup dalam catatannya menjelaskan bahwa pelaku pasar telah berubah bullish terhadap logam karena permintaan yang lebih baik setelah China merilis data ekonomi yang lebih baik.
Produk domestik bruto (PDB) China naik 6 persen pada kuartal terakhir 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pabrik-pabrik China disebut menjadi pendukung terbesar bagi stabilisasi ekonomi China dalam tiga bulan terakhir 2019, didorong oleh meredanya ketegangan perdagangan dengan AS yang meningkatkan permintaan global.
Berdasarkan data Biro Statistik Nasional yang dirilis Sabtu (18/1/2020), output dalam perusahaan industri berhasil naik 5,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018. Output tersebut berhasil bangkit kembali dari hampir 10 persen pada dekade sebelumnya.
Data tersebut pun menambahkan bukti bahwa pabrik-pabrik China, meski tengah berjuang dengan tarif impor dari AS yang lebih tinggi, deflasi, dan utang yang jatuh tempo, telah dibayangi permintaan yang meningkat menjelang akhir 2019.
Optimisme tersebut pun diyakini akan menjadi asupan tenaga bagi komoditas logam dasar untuk bergerak menguat dalam beberapa perdagangan ke depan.