Bisnis.com, JAKARTA — Tembaga diproyeksi bergerak terbatas karena pasar cenderung menjadi lebih sepi menjelang libur akhir tahun. Namun, komoditas tambang tersebut telah berhasil bertahan di dekat level tertinggi sejak 2 bulan lalu.
Mengutip riset China Citic Futures, tembaga akan bergerak cenderung stabil pada pekan ini, seiring dengan libur Natal dan sebagian investor yang telah menahan perdagangan menjelang akhir tahun.
“Sepinya perilisan data ekonomi pada pekan ini, juga akan membuat tembaga bergerak cenderung datar karena kurangnya katalis penggerak harga,” tulis China Citic Futures dalam risetnya seperti dilansir dari Bloomberg, Rabu (25/12/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (24/12), harga tembaga di bursa London ditutup di level US$6.215 per ton, menguat 0,4 persen. Sepanjang tahun berjalan 2019, harga telah bergerak naik sekitar 3,51 persen dan naik sekitar 5 persen pada bulan ini, menjadi kenaikan bulanan terbesar tembaga sejak Februari 2019.
Kendati harga berhasil kembali berada pada jalur bullish, harga tembaga saat ini masih lebih rendah dibandingkan dengan harga sebelum hubungan dagang antara AS dan China menegang pada tahun lalu. Ketegangan perdagangan AS dan China tersebut telah melemahkan proyeksi permintaan tembaga sehingga menekan harga cukup parah sejak tahun lalu.
Presiden AS Donald Trump pun telah mengatakan akan segera melakukan penandatanganan kesepakatan perdagangan parsial tahap pertama dengan China, sehingga tembaga berhasil mendapatkan sentimen positif pada pengujung tahun.
Baca Juga
Sementara itu, beberapa produsen tembaga terbesar China akan bertemu pada pekan ini, untuk mendiskusikan kemungkinan penurunan produksi seiring dengan melambatnya ekspansi sehingga menurunkan margin laba perusahaan dan membuat biaya perawatan melayang di dekat posisi terendah dalam 7 tahun.
Sepuluh pabrik peleburan besar akan bertemu di Fuzhou di selatan Fujian pada 26 Desember 2019, termasuk Jiangxi Copper Co dan Tongling Nonferrous Metals Group Co.
Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China memperkirakan output industri China akan tumbuh sekitar 5,6 persen pada 2019, mengikuti data pabrik yang lebih baik daripada perkiraan pada November 2019.
Di sisi lain, sejumlah perusahaan keuangan memproyeksikan harga yang lebih cerah untuk tembaga seiring dengan pemulihan permintaan pada tahun depan.
Analis Jefferies Christopher LaFemina menuturkan persediaan tembaga yang rendah, posisi sell yang rendah, kendala pasokan, dan permintaan yang lebih baik menciptakan momentum tembaga untuk reli pada 2020.
“Pasokan saat ini tidak akan dapat memenuhi permintaan tahun depan, ataupun pemulihan siklus sederhana dalam permintaan tahun ini," ujarnya seperti dilansir dari Bloomberg.
Bergabung dengan LaFemina dalam optimismenya, Analis Goldman Sach Jeffrey Currie juga menilai tembaga akan semakin berpendar pada 2020, karena pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dari China.
Permintaan tembaga di China yang sebelumnya tertahan oleh kinerja buruk di sektor jaringan, properti, dan transportasi, kemungkinan akan berubah menuju 2020.
Pihaknya memproyeksi pertumbuhan ekonomi China berubah menjadi lebih kuat dalam 2 tahun ke depan melanjutkan tren positif di sektor properti sejak Agustus 2019 dan investasi jaringan yang kemungkinan besar akan meningkat pesat pada kuartal pertama 2020, berkat stimulus infrastruktur pemerintah.
"Tembaga dalam pandangan kami adalah komoditas logam yang paling bullish pada 2020,” ucap Currie.