Bisnis.com, JAKARTA -- Reli mengesankan bijih besi tampak memudar setelah harganya menurun dalam 5 perdagangan berturut-turut seiring dengan mulai bangkitnya stok di pelabuhan China usai tertekan dalam beberapa perdagangan terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (24/7/2019) hingga pukul 14.33 WIB, harga bijih besi untuk kontrak Agustus 2019 di bursa Singapura bergerak melemah 2,24 persen menjadi US$110,66 per ton.
Harga telah turun dari level puncak 5 tahun di US$120 per ton yang dicapai pada 1 Juli 2019. Sepanjang pekan, harga bijih besi bergerak melemah 2,55 persen. Namun, sepanjang tahun berjalan, harga bijih besi masih menguat signifikan sebesar 68,52 persen.
Sementara itu, harga bijih besi di bursa Dalian untuk kontrak Januari 2020 bergerak melemah 3,28 persen menjadi 738 yuan per ton.
Setelah reli luar biasa pada paruh pertama tahun ini, yang didorong oleh gangguan produksi di Brasil dan Australia, serta meningkatnya permintaan di China, saat ini investor mempertanyakan berapa lama sentimen tersebut akan bertahan sebagai penentu pergerakan harga.
Analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar mengatakan peningkatan yang berkelanjutan dalam stok bijih besi di pelabuhan China belum lama ini akan menjadi sinyal untuk meringankan kekhawatiran pasar terhadap pasokan bijih besi.
Baca Juga
"Pasar perlu percaya bahwa gangguan pasokan yang telah mengguncang bijih besi tahun ini sudah berakhir," ujarnya seperti dilansir dari Bloomberg, Rabu (24/7).
Sementara itu, dalam riset terbarunya, Citigroup Inc. menyampaikan persediaan baja di Negeri Panda sudah rebound dengan sangat cepat pada musim panas ini. Kondisi tersebut menambah kehati-hatian pasar terhadap prospek logam industri.
"Bijih besi akan turun kembali menjadi US$95 per ton pada kuartal keempat dan mencapai US$75 per ton dalam kuartal terakhir tahun depan," tulis Citigroup dalam risetnya seperti dilansir Bloomberg, Rabu (24/7).
Sebagai informasi, Shanghai Steelhome E-Commerce Co. menyatakan stok pelabuhan secara keseluruhan di China meningkat 2,6 persen pada pekan lalu, sekaligus menjadi kenaikan terbesar sejak Februari 2019. Sementara itu, persediaan bijih Australia juga meningkat dalam 4 pekan.
Di sisi lain, belum lama ini, Vale SA Brasil melaporkan bahwa jumlah output kuartalannya telah melampaui perkiraan disertai dengan prediksi adanya prospek yang lebih cerah selama sisa tahun ini.
Posco, salah satu pabrik bijih besi top di Asia asal Korea Selatan, memperkirakan harga bijih besi turun kembali di bawah US$100 per ton pada kuartal IV/2019 karena pasokan yang telah meningkat setelah gangguan di Brasil pada awal tahun ini. Untuk kuartal III/2019, Posco memprediksi harga bertahan di antara US$100-US$110 per ton.