Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan tambang MMG asal China mengatakan akan mengumumkan force majeure pada kontrak tembaganya seiring dengan pemblokiran tambang Las Bambas di Peru yang diperkirakan akan mengganggu pasokan global.
Perusahaan MMG mengatakan dalam pernyataan kepada bursa Hong Kong Stock Exchange bahwa pihaknya memperkirakan produksi di tambang tersebut akan semakin terpengaruh akibat pemblokiran oleh komunitas setempat di Peru yang masih berlangsung. "Akibatnya, force majeure akan dinyatakan berdasarkan kontrak penjualan," ujar pihak MMG seperti di kutip dari Reuters, Senin (26/3/2019).
Walaupun demikian, pihak MMG tidak menjelaskan secara detail kontrak mana yang akan terpengaruh. Langkah force majeur tersebut dilakukan setelah komunitas Fuerabamba menolak untuk melakukan negosiasi untuk mengakhiri blokade jalan yang digunakan MMG sampai pemimpin komunitas dibebaskan dari penjara.
Edison Vargas, wakil presiden Fuerabamba, mengatakan bawa penangkapan presiden dan pengacara komunitas pada pekan lalu atas tuduhan pemerasan tidak berdasar dan bertujuan untuk mendelegitimasi pengaduan mereka.
Komunitas Fuerabamba menuntut MMG untuk membayar karena menggunakan jalan di tanah pertaniaan milik masyarakat dan menuduh perusahaan membangun jalan pertambangan Las Bambas tanpa izin masyarakat.
Namun, perusahaan membantah tuduhan tersebut dan mengatakan masih terbuka untuk dialog. "Perusahaan akan terus melanjutkan dialog aktif dengan Fuerabamba dan perwakilan masyarakat lainnya, serta pihak yang berwenang, untuk mencari solusi yang aman dan damai untuk masalah saat ini," ujar CEO MMG Gao Xiaoyu.
MMG mengatakan aktivitas protes di dekat pintu masuk ke tambang Las Bambas telah mengganggu transportasi karyawan, serta jalur masuk dan keluar logistik.
Selain itu, penangkapan presiden Fuerabamba dan pengacaranya telah memicu protes dari komunitas lain di daerah tambang tembaga lainnya di selatan Peru. Mereka mengancam untuk memperluas protes sehingga mencegah produksi tembaga Las Bambas dikirim ke pasar selama lebih dari sebulan.
Sebagai informasi, Peru, produsen tembaga nomor dua di dunia, selama ini sarat dengan konflik pertambangan, terutama di provinsi-provinsi terpencil tempat perusahaan internasional beroperasi bersama dengan masyarakat petani.