Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah analis meyakini peluang kembali terjadinya aksi window dressing pada pengujung tahun ini cukup tinggi, terutama pada emiten-emiten berkapitalisasi pasar jumbo sehingga bisa mendongkrak kinerja indeks harga saham gabungan.
Kemarin, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup pada level 5.940, meningkat tipis 0,27% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya. Sepanjang tahun berjalan, IHSG mengalami koreksi 6,55%. Adapun, sebulan terakhir, ada pemulihan pada IHSG sebesar 2,05%.
Frederik Rasali, Vice President Research Artha Sekuritas, mengatakan bahwa aksi window dressing masih akan terjadi pada akhir tahun ini, menimbang koreksi yang terjadi sejak awal tahun sudah cukup besar.
Para manajer investasi, baik lokal maupun asing, perlu untuk mengatur ulang portofolio mereka agar memberikan laporan kinerja yang lebih baik pada akhir tahun. Dalam hal ini, emiten-emiten berkapitalisasi pasar besar akan menjadi pilihan utamanya.
Lagi pula, secara fundamental kondisi perekonomian Indonesia masih sangat baik, terbukti dari kinerja emiten, khususnya big cap, yang positif hingga kuartal III/2018. Hal ini menjadi dasar yang kuat bagi manajer investasi untuk lebih percaya diri kembali masuk ke pasar domestik.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, total pendapatan dari 519 emiten yang telah merilis laporan keuangan tumbuh 10% secara tahunan, sedangkan laba bersih tumbuh 12%. Sementara itu, total aset meningkat 6% dibandingkan dengan akhir 2017.
Frederik menilai, emiten-emiten dengan kapitalisasi pasar cukup besar dan memiliki nilai beta mendekati 1, tetapi pergerakan harganya masih tertinggal dibandingkan dengan IHSG adalah yang paling menarik. Adapun, saham PT Indosat Tbk. (ISAT) dan PT XL Axiata Tbk. (EXCL) tergolong dalam kriteria tersebut.
Selain itu, saham-saham BUMN konstruksi seperti PT Waskita Karya (Persero) Tk. (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.(WIKA), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. (PTPP), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) juga menarik sebab pada akhir tahun mereka akan mendapat aliran kas dari pencairan anggaran infrastruktur pemerintah. Dia juga merekomendasikan saham perbankan dengan pilihan utama pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).
“Jadi, fokusnya adalah big cap yang fundamental bagus, tetapi harganya lagging atau tertinggal dibandingkan dengan IHSG. Kalau banyak investor masuk di saham-saham ini, otomatis IHSG juga terdongkrak,” katanya, Rabu (7/11).
Frederik memperkirakan IHSG hingga akhir tahun ini bisa mencapai 6.200, ditopang oleh faktor window dressing.
Franky Rivan, Senior Research Analyst Kresna Sekuritas, juga merekomendasikan emiten-emiten yang memiliki nilai beta cukup tinggi, seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), BBNI, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), serta PT Astra International Tbk. (ASII). Dia juga masih mempertahankan proyeksi IHSG pada level 6.200 tahun ini. “Secara historis saham-saham ini cukup bagus kinerjanya pada akhir tahun,” katanya.
Valdy Kurniawan, analis Phintraco Sekuritas, mengatakan bahwa selain faktor kinerja keuangan kuartal III/2018 yang positif, pemicu lain window dressing adalah ekspektasi positif terhadap outlook ekonomi Indonesia pada 2019. Hal ini bersamaan dengan disetujuinya APBN 2019.
Menurutnya, saham-saham yang akan menjadi sasaran window dressing terutama adalah saham-saham bluechip berkinerja baik pada kuartal III/2018 yang harganya terdiskon signifikan sepanjang 2018.
Dia merekomendasikan saham emiten-emiten berbankan, terutama BBNI, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), BMRI, dan BBRI. Selain itu, saham-saham consumer goodsseperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) juga layak diperhatikan. PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) dapat menjadi pilihan untuk trading buy, sedangkan PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) juga sudah terindikasi menyentuh harga terendahnya sehingga tinggal menuggu sinyal reversal.
Thendra Crisnanda, Kepala Riset Institusi MNC Sekuritas, mengatakan bahwa faktor lain yang juga turut mendukung adanya window dressing yakni potensi menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Rupiah bisa diharapkan bertahan pada level sekitar Rp14.800 per dolar AS.
Pasar juga berekspektasikan akan adanya perbaikan defisit neraca berjalan (CAD) dan diharapkan dapat dikendalikan pada level 2,8% dari PDB pada 2018. Kondisi global juga dapat diekspektasikan lebih kondusif seiring dengan meredanya perang dagang.
Thendra memperkirakan saham-saham yang berpotensi menjadi sasaran window dressing yakni BBCA, ASII, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR), UNVR, dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM). Menurutnya, hingga akhir tahun ini, IHSG masih berpotensi menuju 6.215.
Janson Nasrial, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas, menilai secara sektoral saham-saham emiten perbankan sangat potensial menjadi primadona aksi window dressing menimbang kinerjanya pada kuartal III/2018 paling tinggi. Saham-saham tersebut antara lain BBRI, BBNI dan PT Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk. (BBTN).
Selain itu, sektor otomotif seperti ASII juga akan menarik sebab penjualan mobil dan motornya pada kuartal dua kuartal terakhir tumbuh masing-masing 7%. Sektor telekomunikasi, khususnya PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), juga menunjukkan kinerja penjualan data yang baik serta didukung oleh meredanya perang tarif.
Dia juga menilai sektor konsumer, khususnya rokok seperti GGRM dan HMSP akan menjadi pilihan. Tidak dinaikkannya tariff cukai rokok membuat kinerja perseroan terangkat. “IHSG di penghujung tahun akan terdongkrak oleh faktor window dressing. Kalau IHSG mampu menembus 5.975, IHSG akan coba resistance 6.050 – 6.100,” katanya.
Dirinya sependapat bahwa faktor eksternal perang dagang tampaknya mulai mereda serta CAD sepertinya sudah mencapai titik terendah. Hal tersebut mestinya mampu menopang rupiah pada level Rp14.800 – Rp14.900 dan memulihkan IHSG.