Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham RI berpeluang menghijau tersengat fenomena January effect pada awal tahun 2025 ini. Emiten-emiten bank jumbo turut direkomendasikan analis.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan bahwa Januari effect bisa terjadi, tetapi tidak bisa dipastikan akan maksimal atau tidak pada tahun ini.
January Effect merupakan kecenderungan terjadinya kenaikan harga saham pada Januari setelah periode liburan akhir tahun sejalan dengan aksi beli investor pada awal tahun.
"Mengingat Window Dressing pada 2024 tidak terjadi atau indeks tercatat negatif. Jadi tidak menutup kemungkinan January effect pada tahun ini bisa saja tidak terjadi atau jika terjadi maka tidak maksimal," katanya saat ditanyai Bisnis, Jumat (3/1/2024).
Dia menjelaskan bahwa hal itu disebabkan karena pelaku pasar khususnya asing berpotensi terjadi capital outflow sebagai antisipasi sentimen negatif dari eksternal seperti inflasi AS dan dampak dari kebijakan Donald Trump.
Sementara itu, Analis Kiwoom Sekuritas Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan bahwa saat ini posisi saham secara valuasi banyak yang murah seperti saham sektor perbankan.
Baca Juga
"Kemungkinan Januari effect kami lihat masih berpotensi ada, dengan catatan tidak adanya sentimen negatif dari global, tetapi yang perlu diwaspadai adalah ketika pelantikan Donald Trump," ucapnya.
Untuk diketahui, pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk kedua kalinya, yakni dijadwalkan akan digelar pada 20 Januari 2025, di Washington D.C.
Lebih lanjut, Abdul mengatakan bahwa saham-saham bank jumbo seperti BBCA, BBRI dan BMRI berpotensi mengalami penguatan dan berkemungkinan terkena January effect.
Senada, analis Maybank Sekuritas Fath Aliansyah juga mengatakan bahwa pasar saham di Indonesia memiliki peluang untuk tersengat January Effect, meski peluangnya tidak tinggi.
"Mengenai angka statistik selama 10 tahun terakhir, Januari memiliki probabilitas 50% untuk mengalami kenaikan [harga saham]," katanya ketika dihubungi Bisnis, Kamis (2/1/2024).
Dengan melihat probabilitas yang tidak begitu tinggi tersebut, dia menyarankan ada baiknya para pelaku pasar bisa fokus kepada saham-saham konglomerasi atau yang memiliki potensi aksi korporasi baik di posisi induk ataupun di anak perusahaan.
Lebih lanjut, dia memprediksi bahwa indeks harga saham gabungan (IHSG) akan berada di level resistance 7.338 sepanjang Januari 2025.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG mencatatkan penguatan sebesar 1,18% atau 83,3 poin ke level 7.163,2 pada Kamis (2/1/2025). IHSG dibuka di level 7.092,43 pada perdagangan hari ini dan bermanuver pada rentang terendah 7.088,32 dan mencatatkan level tertinggi harian saat penutupan perdagangan.
Secara historis dalam 5 tahun terakhir, IHSG cenderung mengalami koreksi secara bulanan pada Januari. IHSG turun tipis 0,16% secara bulanan pada Januari 2023 dan terkoreksi 0,89% pada Januari 2024.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa potensi penguatan saham pada Januari ini tidak terlepas dari adanya aksi korporasi emiten dan seputar kinerja laporan keuangan emiten.
"Jika ada kinerja emiten yang memang secara bottom line-nya mengalami pertumbuhan ratusan persen, ini biasanya akan terjadi suatu lonjakan [harga saham] secara signifikan," ujarnya kepada Bisnis.
Secara teknikal, IHSG diperkirakan berada di level resistance 7.324 dan support di 6.932 sepanjang Januari 2025.
Kinerja Historis IHSG pada Januari
Tahun |
Kinerja 1 bulan (month-on- month) |
2010 |
3,02% |
2011 |
-7,95% |
2012 |
3,13% |
2013 |
3,17% |
2014 |
3,38% |
2015 |
1,19% |
2016 |
0,48% |
2017 |
-0,05% |
2018 |
3,93% |
2019 |
5,46% |
2020 |
-5,71% |
2021 |
-1,95% |
2022 |
0,75% |
2023 |
-0,16% |
2024 |
-0,89% |
___________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.