Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan jasa keuangan Citigroup Inc., masih optimistis harga tembaga masih akan bertahan di atas level US$6.000 per ton sampai tahun depan.
Pada penutupan perdagangan Selasa (22/8/2017), harga tembaga di London Metal Exchange (LME) turun 6 poin atau 0,09% menuju US$6.580 per ton. Harga masih berada di area tertinggi sejak November 2014.
Sepanjang tahun berjalan, harga tembaga menguat 18,82%. Pada tahun lalu, harga menanjak 17,65% setelah ditutup di level US$5.535,50 per ton pada 30 Desember 2016.
Dalam laporan risetnya yang dikutip dari Bloomberg, Rabu (23/8/2017), tim analis Citigroup merevisi proyeksi harga tembaga pada kuartal IV/2017 menjadi US$6.100 per ton dari estimasi sebelumnya sebesar US$5.800 per ton.
Rerata harga sepanjang Tahun Ayam Api juga direvisi naik menuju US$5.975 per ton dari sebelumnya US$5.850 per ton. Pada 2016, rerata harga tembaga ialah US$4,868 per ton.
Pada 2018, rerata harga tembaga bakal menguat menuju US$6.415 per ton. Proyeksi tersebut naik dari estimasi Citigroup sebelumnya senilai US$6.225 per ton.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menuturkan, sentimen utama yang mendorong harga tembaga ialah pengurangan suplai dari sejumlah produsen utama dan bertumbuhnya permintaan, terutama dari China. Sampai akhir 2017, harga masih berpeluang mencapai level US$7.000 per ton.
Di luar faktor fundamental, harga logam seperti tembaga juga mendapat dukungan dari melemahnya dolar AS. Sentimen ini membuat pembeli yang menggunakan mata uang lain menjadi lebih murah.