Bisnis.com, JAKARTA--Kendati sedang tertekan, harga logam seperti tembaga dan nikel masih berpeluang menguat pada akhir 2017 seiring bertumbuhnya permintaan.
Pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (30/5/2017), di bursa LME, harga tembaga turun 1,50 poin atau 0,03% menuju US$5.656 per ton. Sementara harga nikel turun 10 poin menjadi US$9.070 per ton.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menyampaikan harga tembaga berpeluang besar kembali mencapai level US$5.750 per dolar AS pada tahun ini, sesuai dengan proyeksi Bank Dunia. Namun, ketika melampaui posisi US$6.000 per ton, harga rentan mengalami koreksi.
Adapun harga nikel dapat terjerembab ke posisi US$8.500 per ton seiring proyeksi bertumbuhnya suplai dari Filipina pascapemecatan Gina Lopez dari posisinya sebagai Menteri Lingkungan. Sampai akhir 2017, harga masih berpotensi mencapai US$11.000 per ton.
Menurutnya, pelemahan harga logam saat ini dipicu proyeksi melemahnya permintaan China dan belum bertumbuhnya konsumsi Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Padahal Trump mengagendakan pembangunan sejumlah proyek infrastruktur terutama di sektor transportasi.
Sementara China mengalami penurunan indeks manufaktur dalam beberapa bulan terakhir, kendati di atas 50 atau masih terbilang positif. Ada kemungkinan pemerintah setempat menggelontorkan stimulus, sehingga angka PMI kembali meningkat dan penyerapan logam bertumbuh.
Baca Juga
"Penurunan harga logam saat ini masih wajar, tetapi ada peluang tembaga dan nikel semakin kuat pada akhir 2017," tuturnya kepada Bisnis.com, Rabu (31/5/2017).
Pengaruh Indonesia
Ibrahim mengatakan volume suplai dari Indonesia cukup diperhitungkan dalam menentukan harga logam nikel dan tembaga di London Metal Exchange (LME).
Negeri Garuda pernah menjadi pemasok bijih nikel terbesar ke China, sebelum larangan ekspor pada 2014. Sejak adanya larangan, Filipina mengambil peran sebagai eksportir utama.
Sementara tambang Grasberg yang dikelola PT Freeport Indonesia menyimpan cadangan tembaga terbesar di dunia. Oleh karena itu, ketika pembukaan keran ekspor bijih nikel dan tembaga dari Indonesia pada awal 2017 sempat membuat harga di pasar global goyah.
Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2016 Indonesia menyumbang 664.000 ton tembaga atau 3,21% dari total produksi global sejumlah 20,68 juta ton. Sementara suplai nikel domestik mencapai 171.000 ton atau 8,65% dari total pasokan dunia sebesar 1,97 juta ton.