Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan PT Bursa Efek Indonesia menerapkan auto rejection simetris mulai 3 Januari 2017 diproyeksi membuat Indeks harga saham gabungan (IHSG) kian tertekan saat pasar bearish.
Tidak hanya batas artifisial harga saham Rp50 per lembar, sejumlah analis juga menghawatirkan diberlakukannya aturan auto rejection simetris pada awal 2017. Kondisi pasar yang tengah bearish dikhawatirkan kian tertekan oleh beleid itu.
Auto rejection simetris kembali berlaku mulai 3 Januari 2017 setelah selama satu tahun empat bulan berlaku auto rejection asimetris. Bursa menilai kondisi pasar saat ini telah kembali normal sehingga auto rejection simetris dapat berlaku lagi.
Normal tidaknya kondisi pasar tercermin dari Indeks harga saham gabungan (IHSG) dan aliran dana keluar dari pasar saham. Sejak awal 2015 hingga 25 Agustus 2015, investor asing membukukan net sell Rp5,81 triliun.
Selama Agustus 2015 saja, investor asing mencatatkan net sell Rp9,6 triliun, yakni menjual saham Rp36,7 triliun dan membeli Rp27,1 triliun. IHSG sepanjang periode itu melemah 19,10% dan menjadi bursa saham terburuk di Asia Pasifik.
Pada masa itulah bursa mengimplementasikan auto rejection asimetris yang membatasi batas bawah hanya 10% di setiap fraksi saham.
Saat ini dengan pertumbuhan IHSG sepanjang tahun berjalan mencapai 12,40% dan net buy investor asing Rp14,32 triliun, bursa menilai pasar sudah normal. Maka, bursa percaya diri memberlakukan auto rejection simetris mulai awal 2017.
Bagaimana dengan dibukanya harga saham minimal Rp50 di pasar reguler? Kabar yang beredar di kalangan pelaku pasar menyebut dilepasnya harga saham minimal bakal diberlakukan mulai awal 2017, seiring dengan diimplementasikannya auto rejection simetris.
Namun, bursa menampik soal itu. "Tidak," tulis Hamdi Hassyarbaini, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Anggota Bursa Efek Indonesia, lewat pesan singkat saat dikonfirmasi Bisnis.com, Selasa (20/12/2016).
Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Susi Meilina mengatakan diberlakukannya auto rejection simetris berdampak positif bagi bursa saham. Kondisi pasar modal yang telah kondusif disebut sebagai faktor tepat agar transaksi volatilitas saham semakin adil.
Dia yakin, target pertumbuhan ekonomi tahun depan 5,1% yang dipatok pemerintah menjadi modal kuat agar kondisi pasar tidak lagi bearish. Meskipun memang tak bisa dipungkiri saat ini capital outflow masih deras seiring dengan penaikkan suku bunga acuan oleh Federal Reserve.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menjelaskan pelaku pasar dapat mengantongi keuntungan dari volatilitas harga saham. Transaksi yang lebih besar berpotensi membuat gain kian menggunung.
Efek tekanan terhadap IHSG diperkirakan terjadi sesaat. Tekanan itu dinilai sehat dan wajar tatkala beleid auto rejection ditegakkan.
Sebaliknya, Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISI) Sanusi, menilai penerapan auto rejection harus menyesuaikan dengan kondisi pasar. Saat ini, pasar modal domestik, regional, dan global, tengah berada pada kondisi bearish.
"Maunya bertahap dulu, misalnya 15%-20% dulu. Saham kecil harusnya bisa lebih kecil, ada rasa takut juga buat kami," tuturnya.
Dia meminta agar otoritas pasar modal memberikan sosialisasi khusus terhadap diberlakukannya aturan-aturan itu kepada pelaku pasar. Jangan sampai, investor ritel lokal yang jumlahnya tak kunjung bertambah sebanyak 494.348 itu terkena 'jebakan batmen'.