Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan farmasi PT.Indofarma Tbk (INAF) belum merevisi target pendapatan dan laba bersih tahun ini, meski pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat cukup membebani operasional perseroan.
Sebagaimana diketahui, Indofarma menargetkan pencapaian laba bersih sebesar Rp82,6 miliar sepanjang tahun ini atau tumbuh 94,9% dari posisi tahun lalu.
Perolehan itu ditopang dari target raupan pendapatan sebesar Rp1,4 triliun di tahun ini atau tumbuh 21,7% dari realisasi tahun lalu.
Direktur Utama Indofarma Elfiano Rizaldi menuturkan depresiasi rupiah diyakini dapat memicu penurunan performa perusahaan. Biaya produksi perseroan diprediksi meningkat berkisar 10%-15% sehingga itu akan membuat laba bersih tertekan.
“Ada potensi keuntungan yang berkurang, tetapi kami belum ada rencana revisi RKAP [rencana kerja anggaran perusahaan],” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (2/10/2013).
Selama ini, Indofarma tidak melakukan upaya lindung nilai (hedging) dalam mengimpor bahan baku obat yang mencapai US$12 juta—US$15 juta per tahun.
Untuk melakukan lindung nilai, perseroan dituntut harus memiliki prosedur standar operasional (standard operational procedure/SOP) terlebih dahulu. Namun sayang, saat ini perseroan belum memiliki SOP.
Untuk diketahui, transaksi penjualan obat Indofarma di dalam negeri menggunakan rupiah, sedangkan bahan baku impor menggunakan dolar AS.
“Kami hanya melakukan hedging alami, bukan hedging dalam artian yang sesungguhnya. Hedging alami selama ini untuk menurunkan kerugian,” ujarnya.
Meskipun depresiasi rupiah akan membebani perusahaan, Direktur Keuangan Indofarma John Sebayang mengatakan perseroan belum memiliki rencana untuk menaikkan harga obat di dalam negeri.