Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meramu Resep Tekan Yield SBN agar APBN tak Jebol Menahan Utang

Pemerintah memiliki PR untuk menekan yield SBN supaya mengurangi beban APBN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (keempat kanan), Wakil Menteri Anggito Abimanyu (dari kanan), Wakil Menteri Suahasil Nazara, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budi Utama, Wakil Menteri Thomas Djiwandono, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto Sastrosuwito, dan Dirjen Anggaran Luky Alfirman berbincang sebelum konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).  / Bisnis-Arief Hermawan P.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (keempat kanan), Wakil Menteri Anggito Abimanyu (dari kanan), Wakil Menteri Suahasil Nazara, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budi Utama, Wakil Menteri Thomas Djiwandono, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto Sastrosuwito, dan Dirjen Anggaran Luky Alfirman berbincang sebelum konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). / Bisnis-Arief Hermawan P.

Bisnis.com, JAKARTA – Pekerjaan rumah pemerintah untuk menekan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) masih banyak. Hal ini diperlukan agar pemerintah bisa menarik utang dengan biaya lebih murah sehingga tidak menjadi tekanan berat APBN.

Apalagi, dalam RAPBN Tahun Anggaran 2026, pembiayaan utang yang ditargetkan mencapai Rp781,9 triliun, terdiri dari SBN senilai Rp749,2 triliun dan pinjaman senilai Rp 32,7 triliun.

Pembiayaan utang tahun depan lebih besar dibanding tahun ini. Dalam APBN 2025, penarikan utang melalui SBN ditetapkan sebesar Rp585,1 triliun sedangkan pinjaman mencapai Rp130,4 triliun.

Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menilai kenaikan penarikan utang ini menjadi variabel tantangan baru dalam kondisi yang dia potret dalam lima tahun terakhir.

"Sejak Desember 2017, rating Indonesia stagnan di BBB, dan imbal hasil SBN tenor 10 tahun masih bertahan di kisaran 6–7%," kata Handy dalam keterangan tertulis, Senin (25/8/2025).

Menurutnya, ada tiga kunci utama untuk menurunkan yield SBN. Pertama, dengan menekan faktor risiko eksternal dengan memperbaiki neraca transaksi berjalan, mulai dari diversifikasi ekspor bernilai tambah, memperluas pasar non-tradisional, memperkuat rantai pasok global, hingga mengurangi ketergantungan impor lewat substitusi dan konektivitas industri.

Kedua, menjaga dan meningkatkan sovereign rating dengan disiplin fiskal, stabilitas makro, dan pertumbuhan berkelanjutan. Dalam hal ini, Handy menilai salah satu pekerjaan rumah terbesar adalah menaikkan penerimaan negara agar ketergantungan pada utang berkurang. 

Ketiga, memperdalam pasar keuangan domestik dengan memperluas basis investor dan memberi insentif fiskal, misalnya lewat penurunan pajak atas investasi di SBN.

"Lima tahun berlalu, sebagian resep kebijakan itu sudah dijalankan. Hilirisasi industri menopang surplus perdagangan, sementara basis investor domestik melebar dari institusi non-bank hingga gelombang baru investor ritel," ungkap Handy.

Meskipun datang tantangan baru kala target penarikan utang melalui SBN digenjot, Handy melihat kondisi saat ini sudah membaik. Indikatornya adalah selisih imbal hasil atau yield spread obligasi Indonesia terhadap US Treasury kini berada di titik terendah sepanjang sejarah. Kondisi ini mencerminkan persepsi risiko Indonesia yang terus membaik. 

Indikasi serupa juga terlihat dari Credit Default Swap (CDS) lima tahun Indonesia yang kian menurun, mendekati rekor terendah di level 60. Namun, dia menegaskan bila dibandingkan dengan negara tetangga, jaraknya masih lebar. 

Handy mengurutkan, yield obligasi 10 tahun Thailand hanya 1,3%, sedangkan Malaysia 3,4%. keduanya bahkan lebih rendah dari US Treasury di 4,2. Sementara Indonesia masih tertahan di kisaran 6,4%. 

"Pertanyaan pun muncul, mengapa kesenjangan ini belum juga menyempit?" tulis Handy.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro