Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berisiko mengalami koreksi pada September 2025 seiring tren pelemahan historis, meskipun arus modal asing masih deras masuk ke pasar saham Indonesia.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing mencatatkan beli bersih atau net buy senilai Rp731,36 miliar. Sejak awal tahun, nilai jual bersih atau net sell investor asing kian berkurang menjadi Rp51,71 triliun.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo mengatakan pelaku pasar sudah melakukan priced-in sejak Agustus, sehingga peluang terjadinya aksi jual saham setelah pengumuman penting atau sell on news pada September terbuka lebar.
“Secara historis, pergerakan IHSG pada bulan September cenderung melemah. Kami lebih antisipasi adanya sell on news mengingat pelaku pasar sudah melakukan priced in pada Agustus,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/8/2025).
Kendati begitu, prospek pergerakan indeks pada kuartal III/2025 tetap dinilai positif. IHSG tercatat naik sebesar 8,04% pada Juli 2025 dan 6,16% per Agustus 2025.
Dengan capaian tersebut, Audi menyampaikan bahwa ruang penguatan indeks komposit masih terbuka lebar, terutama apabila arus modal asing terus berlanjut
“Aliran modal asing yang masih terus masuk bisa mendorong IHSG. Mengingat adanya potensi pemangkasan suku bunga The Fed 25 basis poin pada September 2025, sehingga asing masih berpeluang melakukan priced in,” tuturnya.
Sementara itu, sejumlah sektor masih dianggap menarik di tengah tren pemangkasan suku bunga. Di antaranya adalah sektor perbankan, properti, dan semen.
Menurut Azis sektor properti khususnya berpeluang terdorong karena penurunan suku bunga dapat meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk perumahan.
Dengan kombinasi arus modal asing, ekspektasi suku bunga global, serta prospek sektor unggulan, indeks komposit dinilai masih memiliki ruang penguatan pada kuartal III/2025 meskipun volatilitas September perlu diwaspadai.
Di sisi lain, IHSG menguat 0,87% ke level 7.926,90 pada perdagangan hari ini. Total saham yang diperdagangkan mencapai 47,04 miliar lembar dengan nilai Rp19,46 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dari rerata transaksi pekan lalu senilai Rp17,92 triliun.
Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus, menyampaikan kenaikan IHSG didukung oleh berbagai faktor, mulai dari sentimen pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI), rebalancing indeks FTSE dan MSCI, serta proyeksi adanya pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed.
“Proyeksi adanya pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed berpotensi besar membuat aliran dana asing masuk ke pasar saham Indonesia, mengingat pada sepekan lalu juga terjadi inflow di pasar reguler sebesar Rp2,6 triliun,” tutur Indri.
Secara garis besar, mayoritas bursa negara berkembang saat ini tengah mengalami penguatan yang sama kuatnya, tak terkecuali Indonesia. Untuk itu, dia menilai bahwa pasar saham Indonesia masih cukup menarik dimata asing.
Menurutnya, sektor yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga dapat menjadi pilihan, seperti sektor perbankan, properti, infrastruktur dan juga telekomunikasi.
Seperti yang diketahui, sektor perbankan terdampak positif jika adanya pemangkasan suku bunga sebab dapat meringankan beban perusahaan dari sisi pencadangan dana.
“Sementara sektor properti, infrastruktur dan telekomunikasi juga turut diuntungkan karena dapat menurunkan beban bunga perusahaan sehingga berpotensi mempertebal margin perusahaan,” pungkas Indri.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.