Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Energi Bersih & Digitalisasi Jadi Katalis Saham Unggulan 2025, BREN & DCII Masuk Radar

Sektor energi bersih dan digitalisasi diprediksi jadi katalis utama saham unggulan hingga 2025, dengan BREN dan DCII sebagai emiten potensial.
Investor mengamati layar pergerakan data saham di Jakarta, Kamis (17/7/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Investor mengamati layar pergerakan data saham di Jakarta, Kamis (17/7/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Ringkasan Berita
  • Sektor energi bersih dan digitalisasi diproyeksikan menjadi katalis utama saham unggulan hingga akhir 2025, dengan emiten seperti BREN dan DCII masuk radar.
  • Transisi energi dan isu Environmental, Social, and Governance (ESG) menjadi pendorong utama sektor energi bersih, sementara investasi cloud dan regulasi data lintas negara mendukung sektor digital.
  • Prediksi pertumbuhan ekonomi global yang direvisi naik dan pelemahan dolar AS memberikan sentimen positif bagi pasar modal Indonesia, meskipun tantangan tarif perdagangan AS tetap ada.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah analis memproyeksikan sektor-sektor unggulan yang diperkirakan masih menjadi primadona pasar modal hingga akhir 2025.

Head Riset Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata memproyeksikan sektor-sektor yang dinilai prospektif hingga akhir tahun ini, terutama adalah energi dan mineral.

Menurutnya sejumlah emiten seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT Amman Mineral Internasional Tbk. ( AMMN), PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) diuntungkan oleh kebijakan hilirisasi dan kesepakatan dagang RI–AS.

Sektor berikutnya adalah farmasi dan alat kesehatan, seperti PT Jayamas Medica Industri Tbk. (OMED) dan PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) yang berpotensi menggenjot ekspor ke pasar luar negeri.

Tak ketinggalan sektor pusat data dan infrastruktur digital seperti PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET), PT DCI Indonesia Tbk.(DCII), PT Indointernet Tbk. (EDGE), yang mendapat angin segar dari peningkatan investasi cloud dan regulasi data lintas negara.

“Fokus investor kini tidak lagi hanya pada saham big caps, melainkan lebih selektif pada sektor-sektor tematik dengan katalis kuat. Momentum transisi energi dan digitalisasi akan menjadi penentu utama ke depan,”ujarnya kepada Bisnis dikutip, Minggu (24/8/2025).

Sementara itu, melihat prospek semester II/2025, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas David Kurniawan menilai sektor energi bersih atau energi bersih akan menjadi primadona, dengan katalis utama transisi energi dan isu Environmental, Social, and Governance atau ESG.

Emiten seperti PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), PT Arkora Hydro Tbk. (ARKO), dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) dinilai berpotensi mencatatkan kinerja positif. 

Selain itu, saham-saham kawasan industri seperti PT Surya Semesta Internusa Tbk. (SSIA) dan PT Puradelta Lestari Tbk. (DMAS) diperkirakan akan diuntungkan dari proyek strategis pemerintah dan masuknya investasi asing baru.

Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Wisnubroto menilai saat ini kondisi makroekonomi dan pasar modal pada semester II/2025 masih akan menantang. Faktor utamanya adalah kebijakan tarif perdagangan AS yang mulai berlaku pada Semester II/2025.

Saat ini, paparnya, data dan peristiwa yang terjadi beragam karena di tengah derasnya sentimen negatif tarif dagang AS ternyata ada beberapa sentimen positif yang membuatnya seimbang.

Beberapa sentimen positif itu adalah direvisi positifnya pertumbuhan ekonomi global, pelemahan dolar AS yang membuat rupiah menguat, dan ruang pemangkasan suku bunga acuan yang melebar.

"Dengan prediksi suku bunga turun, sektor emas dan perbankan masih akan diuntungkan karena pemangkasan suku bunga acuan yang sudah dilakukan akan segera berdampak pada penurunan suku bunga perbankan," terangnya.

Mempertimbangkan sentimen yang serimbang tersebut, dia juga memprediksikan pada akhir 2025 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan ditutup pada 6.900. Selain itu, instrumen obligasi juga diprediksi akan diuntungkan dari pemangkasan suku bunga tersebut karena dapat menekan imbal hasil (yield) yang mendorong kenaikan harga instrumen surat utang.

Prediksi pertumbuhan ekonomi dunia baru direvisi naik oleh Lembaga Moneter Internasional (IMF) menjadi 3,1% pada 2025 dan 2026, dari prediksi masing-masing sebelumnya pada level 2,8% dan 3%.

Hal itu disebabkan penundaan berlakunya tarif perdagangan luar negeri AS sehingga negara-negara di dunia mendorong aktivitas ekspor-impornya di awal (front loading). Indonesia, lanjut Rully, adalah salah satu negara dengan surplus perdagangan yang cukup tinggi yaitu US$4,3 miliar pada Mei dan US$4,1 miliar pada Juni 2025.

Namun, dia memprediksi berlakunya tarif oleh Presiden AS Donald Trump akan membuat aktivitas perdagangan dunia akan terpengaruh signifikan, tidak terkecuali Indonesia.

_______

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro