Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah emiten energi menunjukkan penurunan pangsa pendapatan mereka dari penjualan batu bara. Hal ini menyusul prioritas pemerintah, di mana Presiden Prabowo Subianto ingin 10 tahun lagi sumber listrik di Indonesia 100% dari energi baru terbarukan (EBT).
Itu artinya, ditargetkan seluruh pembangkit listrik di Indonesia akan menggunakan 100% energi bersih dan akan berimbas pada emiten-emiten batu bara yang selama ini memasok pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN.
Kondisi ini membuat emiten batu bara melakukan diversifikasi bisnis yang terlihat pada penurunan kontribusi batu bara pada total pendapatan. Meski demikian, sejumlah emiten hingga semester I/2025 masih mengandalkan batu bara dalam menyokong pendapatan mereka.
Misalnya, dalam lima tahun terakhir ini porsi pendapatan dari penjualan batu bara BUMI menyusut cukup signifikan, dari 99% jadi 82%. Sedangkan, pendapatan PTBA cenderung stagnan di kisaran 98%. Penurunan juga terlihat di INDY, walau tidak seagresif BUMI.
Berdasarkan tren pendapatan dalam laporan keuangan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), anggota Holding BUMN MIND ID ini pada kuartal II/2021 mencatat total pendapatan sebesar Rp10,29 triliun, naik 14,19% year on year (YoY) dari Rp9,01 triliun. Pertumbuhan ini ditopang pendapatan dari penjualan batu bara yang juga naik 14,38% YoY dari Rp8,88 triliun menjadi Rp10,16 triliun. Kontribusi pendapatan dari batu bara juga naik dari 98,54% ke 98,70%.
Total pendapatan PTBA pada kuartal II/2022 melonjak 79,02% YoY menjadi Rp18,42 triliun, seiring dengan pendapatan dari penjualan batu bara yang naik 78,98% menjadi Rp18,18 triliun. Kontribusi pendapatan dari penjualan batu bara turun tipis menjadi 98,68%.
Baca Juga
Setahun kemudian, pertumbuhan pendapatan PTBA menyusut hanya tumbuh 2,36% YoY, sementara pertumbuhan pendapatan dari penjualan batu bara yang hanya naik 2,26% YoY. Per Kuartal II/2023 ini, kontribusi pendapatan dari penjualan batu bara PTBA sebesar Rp18,59 triliun, atau 98,58% dari total pendapatan Rp18,86 triliun.
Selanjutnya hingga kuartal II/2024, kontribusi pendapatan dari penjualan batu bara PTBA bertambah menjadi 98,71%. Rinciannya, total pendapatan tumbuh 4,16% YoY menjadi Rp19,64 triliun, seiring dengan pendapatan dari penjualan batu bara yang tumbuh 4,29% YoY menjadi Rp19,39 triliun.
Berdasarkan laporan terbaru, dalam kuartal II/2025 total pendapatan PTBA naik 4,12% YoY menjadi Rp20,45 triliun, didorong pendapatan dari penjualan batu bara yang naik 3,69% YoY menjadi Rp20,10 triliun, atau 98,30% dari total pendapatan.
Meski porsi pendapatan dari batu bara masih tinggi, PTBA menargetkan agar pendapatan dari bisnis non-batu bara ke depan dapat memberikan kontribusi yang semakin signifikan terhadap total pendapatan perusahaan.
Corporate Secretary PTBA Niko Chandra menjelaskan PTBA terus mengembangkan potensi proyek strategis, salah satunya adalah Artificial Graphite dan Anode Sheet. Grafit buatan ini merupakan bahan baku krusial untuk baterai kendaraan listrik dan berbagai industri berteknologi tinggi.
“Seluruh inisiatif strategis tersebut merupakan bagian integral dari upaya kami untuk membangun ekosistem energi bersih yang komprehensif. Semua ini adalah bagian dari strategi jangka panjang kami untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara,” ujar Niko.
Pangsa Pendapatan Batu Bara BUMI Turun Signifikan
Sementara itu, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) menunjukkan pemangkasan kontribusi pendapatan dari batu bara yang cukup signifikan, yakni dari 99,42% pada kuartal II/2020 menjadi hanya 82,17% pada kuartal II/2025.
Menilik trennya, dalam kuartal II/2020 BUMI membukukan pendapatan US$440,44 juta, di mana 99,42% atau US$437,89 juta didapatkan dari penjualan batu bara.
Total pendapatan pada kuartal II/2021 kemudian terpangkas 4,22% YoY menjadi US$421,86 juta, begitupun dengan pendapatan dari penjualan batu bara yang terkoreksi 5,06% YoY menjadi US$415,74 juta. Pada periode ini, kontribusi batu bara dalam total pendapatan BUMI turun jadi 98,55%.
Periode berikutnya, total pendapatan BUMI melesat 129,62% menjadi US$968,69 juta, didorong oleh pendapatan penjualan batu bara yang naik 131,67% menjadi US$963,15 juta. Per kuartal II/2022 ini, kontribusi pendapatan dari penjualan batu bara naik menjadi 99,43%.
Setahun berselang, dalam kuartal II/2023 total pendapatan BUMI susut 8,51% ke posisi US$886,27 juta, seiring dengan penurunan pendapatan dari penjualan batu bara sebesar 9,63% menjadi US$870,43 juta. Kontribusi pendapatan dari penjualan batu bara juga turun menjadi 98,21%.
Pada kuartal II/2024, kontribusi penjualan batu bara dalam pendapatan total BUMI semakin kecil menjadi 89,72%, Rinciannya, total pendapatan mengalami koreksi 32,77% menjadi US$595,84 juta, sedangkan pendapatan dari penjualan batu bara turun 38,59% menjadi US$534,57 juta.
Selanjutnya pada kuartal II/2025, kontribusi pendapatan dari penjualan batu bara turun, meskipun pendapatan meningkat. Dalam enam bulan pertama 2025 ini, total pendapatan BUMI naik 13,78% menjadi US$677,93 juta, diikuti dengan pendapatan dari penjualan batu bara yang meningkat 4,21% menjadi US$557,08 juta. Namun, kontribusinya hanya menjadi 82,17%.
Tren lima tahun ini sejalan dengan arah perseroan yang menargetkan pendapatan non-batu bara dapat berkontribusi sebesar 50% dari total pendapatan pada 2030.
“Kalau kita lihat sekarang ini, 17% pendapatan dari non-batu bara. Karena kami ada konsolidasi dengan Bumi Resources Minerals, kami punya saham 20% di BRMS, jadi ada masukan pendapatan atau profit dari BRMS tentunya,” ujar Vice President Relations & Chief Economist Bumi Resources Achmad Reza Widjaja.
Porsi Batu Bara dalam Pendapatan INDY Fluktuatif
Meski sama-sama punya komitmen mendongkrak pendapatan dari penjualan non batu bara, tren yang ditunjukkan oleh BUMI dalam lima tahun terakhir cukup kontras dengan PT Indika Energy Tbk. (INDY).
Pada kuartal II/2020, pendapatan INDY dari penjualan batu bara mencapai US$795,54 juta atau berkontribusi 70,47% dari total pendapatan sebesar US$1,13 miliar. Selanjutnya, pada kuartal II/2021 total pendapatan naik 14,08% YoY menjadi US$1,29 miliar, didorong pendapatan dari penjualan batu bara yang tumbuh 29,87% YoY menjadi US$1,03 miliar. Kontribusinya juga naik menjadi 80,22%.
Pada kuartal II/2022, kontribusi batu bara dalam pendapatan INDY menyentuh angka tertingginya dalam lima tahun. Total pendapatan INDY tumbuh 50,56% YoY menjadi US$1,94 miliar, didorong pendapatan dari penjualan batu bara yang naik 70,17% YoY menjadi US$1,76 miliar, atau 90,67% dari total pendapatan.
Setahun kemudian, kontribusi batu bara pada total pendapatan INDY turun ke 82,41%. Penurunan ini didorong penurunan pendapatan dari penjualan batu bara 21,57% YoY menjadi US$1,38 miliar. Alhasil, total pendapatan juga koreksi 13,71% YoY menjadi US$1,67 miliar per kuartal II/2023.
Kontraksi berlanjut hingga kuartal II/2024. Total pendapatan INDY turun 28,5% YoY menjadi US$1,19 miliar, disebabkan oleh penurunan pendapatan dari penjualan batu bara 22,8% menjadi US$1,06 miliar. Meski begitu, kontribusi pendapatan dari batu bara meningkat ke 88,96%.
Merujuk data terbaru, total pendapatan INDY per kuartal II/2025 melanjutkan kontraksi 20,05% YoY menjadi US$956,82 juta, didorong penurunan pendapatan penjualan batu bara sebesar 25,94% YoY menjadi US$788,51 juta. Kontribusi batu bara dari total pendapatan susut tipis ke posisi 82,41%.
Sebenarnya, INDY punya target meningkatkan pendapatan non-batu bara perseroan dapat mencapai 50% pada 2028. Direktur Utama Indika Energy Azis Armand menjelaskan penguatan diversifikasi di luar batu bara menjadi pilar utama strategi untuk mewujudkan target itu.
“Dengan mengalokasikan lebih dari 90% belanja modal ke sektor non-batu bara pada 3 bulan 2025, kami menunjukkan komitmen nyata dalam mewujudkan visi menuju perusahaan yang berkelanjutan dan net-zero. Transformasi bisnis yang dilakukan Indika Energy bertujuan untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi seluruh pemangku kepentingan,” kata Azis.