Bisnis.com, JAKARTA – Emiten-emiten farmasi Tanah Air mencatatkan kinerja yang beragam sepanjang paruh pertama 2025. Sejumlah emiten farmasi masih berupaya keluar dari jerat kerugian, sementara lainnya telah melesat dengan catatan laba bersih.
PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF), misalnya, mampu membukukan kinerja top line maupun bottom line yang positif. Penjualan KLBF tumbuh 4,59% year- on-year dari Rp16,32 triliun menjadi Rp17,07 triliun pada periode paruh pertama 2025.
Penjualan Kalbe yang meningkat pada paruh pertama 2025 sejalan dengan kinerja segmen penjualan perseroan yang bertumbuh hampir di seluruh segmen. Pada segmen obat resep misalnya, Kalbe membukukan penjualan sebesar Rp4,94 miliar pada paruh pertama 2025, naik 9,40% YoY dari Rp4,51 triliun pada periode yang sama 2024.
Selain itu, segmen produk kesehatan juga bertumbuh, dengan mencatatkan penjualan senilai Rp2,44 triliun, segmen distribusi dan logistik bertumbuh dengan penjualan Rp5,68 triliun pada periode Januari–Juni 2025.
Hanya segmen nutrisi yang mencatatkan penyusutan kinerja, dengan susut 3,26% YoY menjadi Rp4,00 triliun pada periode paruh pertama 2025, dari Rp4,13 triliun pada periode Januari–Juni 2024.
Dengan begitu, Kalbe mampu membukukan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih senilai Rp1,97 triliun pada paruh pertama 2025. Angka itu naik 9,40% YoY dari Rp1,80 triliun pada periode yang sama 2024.
Presiden Direktur Kalbe Farma Irawati Setiady berujar di tengah gejolak eksternal, kinerja KLBF pada semester I/2025 cukup positif, dengan pertumbuhan volume permintaan yang dibarengi dengan perbaikan margin.
“Berbagai inisiatif strategis seperti ekosistem onkologi, pengembangan obat biologis dan alat kesehatan berjalan sesuai rencana dan kami melanjutkan rejuvenasi brand pada kategori produk konsumer,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (4/8/2025).
Walaupun menghadapi ketidakpastian dari kondisi finansial dan geopolitik global, Irawati mengatakan Kalbe percaya bahwa perseroan mampu terus tumbuh dan memanfaatkan peluang dalam industri kesehatan Indonesia untuk memperkuat kemandirian kesehatan Indonesia.
Sebaliknya, PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) justru membukukan kerugian yang semakin melebar. Padahal, dari sisi top line, PYFA justru membukukan penjualan yang melesat hingga 240,12% YoY dari Rp407,32 miliar menjadi Rp1,38 triliun pada periode yang sama 2025.
Sejalan dengan meningkatnya penjualan PYFA, perseroan turut membukukan beban pokok pendapatan sebesar Rp1,09 triliun pada paruh pertama 2025. Angka itu mencerminkan 78,73% dari total penjualan yang mampu dibukukan oleh perseroan pada 2025.
Alhasil, PYFA hanya mampu membukukan laba bruto sebesar Rp294,62 miliar pada periode paruh pertama 2025.
Meskipun mencatatkan laba bruto yang positif, lonjakan beban umum dan administrasi menjadi Rp227,22 miliar pada periode ini membuat PYFA tertekan. Belum lagi, beban keuangan perseroan tercatat membengkak, menjadi Rp151,72 miliar pada periode Januari–Juni 2025.
Alhasil, PYFA merugi sebesar Rp213,20 miliar pada periode yang berakhir Juni 2025. Kerugian ini justru meningkat 132,69% YoY dari rugi tahun berjalan pada periode Juni 2024 sebesar Rp91,62 miliar.
Selain PYFA, emiten farmasi pelat merah PT Indofarma Tbk. (INAF) juga masih mencatatkan rugi pada paruh pertama 2025. Dari sisi top line, INAF membukukan penjualan sebesar Rp67,02 miliar pada paruh pertama 2025. Angka itu susut 39,90% YoY dari Rp109,71 miliar pada periode yang sama 2024.
Sejalan dengan susutnya penjualan INAF, perseroan membukukan beban pokok penjualan yang juga menyusut secara tahunan. INAF membukukan beban pokok penjualan sebesar Rp76,98 miliar pada periode Januari–Juni 2025.
Akan tetapi, beban pokok penjualan itu mencerminkan 114,86% dari penjualan INAF. Dengan begitu, INAF membukukan rugi bruto senilai Rp9,96 miliar pada paruh pertama 2025.
Setelah ditambah berbagai beban dan pajak, INAF membukukan rugi bersih senilai Rp43,55 miliar pada paruh pertama 2025. Angka itu membaik 57,27% YoY dibandingkan Rp101,93 miliar pada paruh pertama 2024.
Meskipun begitu, catatan positif masih mampu dibukukan oleh anak usaha PT Kimia Farma Tbk. (KAEF), PT Phapros Tbk. (PEHA). Phapros masih mampu membukukan penjualan senilai Rp458,22 miliar, naik 24,58% YoY dari Rp367,81 miliar pada periode yang sama 2024.
Dengan begitu, Phapros mampu menyudahi kerugiannya. PEHA membukukan laba bersih senilai Rp2,38 miliar pada periode paruh pertama 2025, melesat 104,81% YoY dari kerugian Rp49,46 miliar pada periode yang sama 2025.
Kode Saham |
Pendapatan (Dalam Juta) |
YoY(%) |
Laba Bersih (Dalam Juta) |
YoY(%) |
||
1H25 |
1H24 |
1H25 |
1H24 |
|||
KLBF |
17.079.294 |
16.328.251 |
4,59 |
1.974.937 |
1.805.095 |
9,40 |
TSPC |
6.598.711 |
6.777.019 |
-2,63 |
702.198 |
821.053 |
-14,47 |
INAF |
67.028 |
109.718 |
-38,90 |
-43.552 |
-101.938 |
57,27 |
SOHO |
5.168.993 |
4.881.119 |
5,89 |
290.360 |
225.589 |
28,71 |
SIDO |
1.828.705 |
1.896.492 |
-3,57 |
600.468 |
608.490 |
-1,31 |
MERK |
480.156 |
471.205 |
1,89 |
22.510 |
47.198 |
-52,30 |
PEHA |
458.228 |
367.816 |
24,58 |
2.383 |
-49.460 |
104,81 |
DVLA |
1.086.099 |
1.087.215 |
-0,10 |
121.439 |
119.357 |
1,74 |
PYFA |
1.385.403 |
407.320 |
240,12 |
-213.201 |
-91.622 |
-132,69 |
Tabel 1. Kinerja emiten farmasi sepanjang paruh pertama 2025. Sejumlah emiten belum melaporkan laporan keuangan per Minggu (10/8/2025). Data diolah Bisnis.
Investment Analyst Infovesta Utama menerangkan, lemahnya kinerja emiten farmasi sepanjang paruh pertama 2025 cenderung dipengaruhi oleh lemahnya permintaan domestik dan tingginya beban operasional.
PYFA, kendati mampu membukukan kenaikan top line hingga 240,12% YoY, tetapi beban pokok pendapatan pada penyediaan bahan baku tercatat melonjak menjadi Rp438,61 miliar pada paruh pertama 2025, naik dari Rp116,59 miliar pada periode yang sama 2024.
Beban pabrikasi PYFA juga melesat menjadi Rp329,45 miliar pada paruh pertama 2025, naik dari Rp64,69 miliar pada periode yang sama 2024. Alhasil, PYFA membukukan beban pokok pendapatan yang naik signifikan sebesar 318,75% YoY.
“Secara umum, kinerja emiten farmasi di paruh pertama 2025 memang cenderung melemah. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi adalah pelemahan permintaan domestik dan tingginya beban operasional,” kata Ekky kepada Bisnis, dikutip Minggu (10/8/2025).
Selain itu, menurut Ekky, lemahnya kinerja emiten farmasi juga disebabkan oleh pergeseran momentum hari raya ke kuartal II/2025, yang membuat penjualan perseroan tidak optimal.
Meskipun begitu, Ekky menilai, sejumlah sentimen positif menanti kinerja emiten farmasi di paruh kedua 2025. Katalis seperti memulihnya daya beli masyarakat hingga upaya strategi diversifikasi produk ke vitamin hingga jamu herbal dinilai akan membantu kinerja emiten farmasi. “Di semester II/2025, prospek emiten farmasi dibilang cukup menjanjikan. Aksi korporasi seperti buyback saham juga menjadi sinyal positif bagi investor,” kata Ekky.
Di satu sisi, potensi pelemahan kinerja emiten farmasi sangat bergantung pada bahan baku impor, fluktuasi nilai tukar rupiah, hingga ketatnya persaingan di industri farmasi dalam negeri.
Ekky merekomendasikan saham SIDO, yang disebut dapat diakumulasi di area Rp500 dan cut loss pada area kurang dari Rp480. Adapun target harga SIDO berada di area Rp540–Rp550 per lembar.