Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam perdagangan terakhir, Kamis (7/8/2025) ditutup merah. IHSG turun 13,56 poin di level 7.490,18. Berdasarkan statistik BEI, saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi pengganjal terbesar laju IHSG secara year to date (YtD), yang menyumbang penurunan 91,32 poin.
Di belakang BCA, pemberat IHSG sampai tanggal berjalan dalam data BEI adalah BMRI (-90,49), BREN (-79,15), BBRI (-57,14), BYAN (-31,67), AMRT (-20,74), GOTO (-14,84), ADRO (-14,53), MEGA (-10,57), ICBP (-10,48).
Secara fundamental, emiten bank di bahah Djarum Group ini sebenarnya mencatatkan kinerja yag cukup solid. Dalam semester I/2025, BBCA menorehkan pertumbuhan laba bersih 8% year on year (YoY) menjadi Rp29 triliun. Total pendapatan operasional BBCA tercatat senilai Rp56,2 triliun, naik 7,8% YoY. Sementara, rasio cost to income (CIR) sebesar 29,1%, turun dari 30,5% pada tahun sebelumnya
Sementara itu, pendapatan bunga bersih meningkat 6,7% YoY menjadi Rp42,6 triliun, didukung oleh pertumbuhan kredit yang solid dan perbaikan komposisi aset produktif, yang tercermin dari peningkatan porsi kredit terhadap total aset produktif dari 61% di semester I/2024 menjadi 66% semester I/2025.
OCBC Sekuritas memproyeksi laba bersih BBCA di akhir 2025 mencapai Rp57,84 triliun, dengan pendapatan bunga bersih di angka Rp88,28 triliun. Diproyeksikan laba bersih dan pendapatan bunga bersih pada 2026 meningkat masing-masing menjadi Rp60,25 triliun dan Rp93,97 triliun.
"NIM stabil, namun biaya kredit berpotensi meningkat. Kami mempertahankan asumsi pertumbuhan kredit BBCA sebesar 8% YoY di 2025, sejalan dengan pelonggaran moneter, kebijakan fiskal ekspansif, dan pemulihan ekonomi. Kami melihat ekspansi kredit akan berlanjut, terutama pada kredit investasi dan modal kerja dari segmen korporasi," tulis riset tersebut, dikutip Jumat (8/8/2025).
Baca Juga
Sejumlah faktor yang membuat OCBC Sekuritas tetap optimis dengan prospek BBCA antara lain adalah pertumbuhan kredit yang kuat sejalan dengan kebijakan moneter yang lebih akomodatif, belanja pemerintah yang meningkat, dan pemulihan ekonomi. Kemudian, likuiditas dan permodalan yang solid untuk memenuhi permintaan kredit yang meningkat.
Selain itu, prinsip pemberian kredit yang hati-hati, tercermin dari LAR yang relatif rendah serta rasio coverage yang cukup solid. OCBC Sekuritas melihat BBCA sebagai pilihan utama di tengah potensi guncangan pasar. Terakhir, pendapatan berbasis komisi yang meningkat, efisiensi yang terus membaik, serta penguatan CASA melalui pengembangan digital banking.
Sebaliknya, sejumlah faktor yang menjadi risiko antara lain adalah pertumbuhan kredit dan NIM yang lebih rendah dari perkiraan, suku bunga tinggi dalam jangka panjang, daya beli yang lemah akibat tekanan inflasi, depresiasi rupiah, harga komoditas yang lesu, hingga penurunan kualitas aset.
OCBC Sekuritas merekomendasikan beli untuk BBCA, dengan target harga di level Rp11.000 per saham.
Berdasarkan Bloomberg Terminal, dikutip Jumat (8/8/2025) sebanyak 34 analis atau 91,9% merekomendasikan untuk beli. Sedangkan tiga analis atau 8,1% merekomendasikan untuk menahan. Target akhir harga BBCA dalam 12 bulan ke depan berada di level Rp10.991 dengan potensial pengembalian sebesar 32,4%.
Dalam perdagangan hari ini, Jumat (8/8/2025) pukul 13.29 WIB, saham BBCA menguat 0,90% di level Rp8.375. Sedangkan secara year to date (YtD) terkoreksi 13,44%.
------------------------------------------------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.