Bisnis.com, JAKARTA — Pasar tembaga Amerika Serikat (AS) mencatat penurunan intraday terbesar dalam sejarah setelah Presiden Donald Trump mengejutkan pelaku pasar dengan mengecualikan logam tembaga murni dari rencana tarif impornya.
Gedung Putih pada Rabu (30/7/2025) waktu setempat menyatakan tarif impor sebesar 50% akan diberlakukan mulai 1 Agustus 2025 untuk produk tembaga setengah jadi, namun tidak berlaku bagi logam tembaga murni atau refined copper (cathode).
Keputusan ini langsung memicu anjloknya harga tembaga berjangka di Comex sebesar 20%. Sebelumnya, harga tembaga AS diperdagangkan sekitar 28% di atas harga acuan di London Metal Exchange (LME), karena pasar memperkirakan tarif akan dikenakan terhadap semua impor tembaga olahan.
Langkah ini menjadi kejutan terbaru dari Trump yang mengguncang pasar logam global. Saat pertama kali memberi sinyal tarif awal tahun ini, harga tembaga AS melonjak tajam dan mendorong lonjakan pengiriman tembaga ke AS demi menghindari beban tarif, menguntungkan pedagang logam besar dunia.
Bulan ini, Trump kembali membuat pasar bereaksi saat mengumumkan bahwa tarif akan sebesar 50%, dua kali lipat dari ekspektasi sebelumnya, yang mengerek harga ke rekor tertinggi baru.
Namun, keputusan untuk mengecualikan cathode diperkirakan akan semakin mengacaukan aliran perdagangan global tembaga, yang krusial bagi ekonomi global karena penggunaannya dalam sistem kelistrikan.
Baca Juga
Pengiriman tembaga ke AS dalam jumlah besar dalam beberapa bulan terakhir telah menciptakan stok melimpah yang kini berpotensi diekspor kembali.
"Jika cathode dikecualikan, peluang arbitrase selesai. Pasar seharusnya kembali menuju keseimbangan," ujar Michael Haigh, Kepala Riset Komoditas di Societe Generale dikutip dari Bloomberg, Kamis (31/7/2025).
Pengecualian tersebut muncul setelah adanya lobi dari industri tembaga, yang menilai bahwa kapasitas dalam negeri AS belum mampu menggantikan seluruh kebutuhan impor tembaga dalam waktu dekat.
Juan Ignacio Díaz, Presiden International Copper Association mengatakan, pemerintahan Trump mendengarkan kekhawatiran industri dan mengambil keputusan strategis yang cerdas.
Dia mengatakan, langkah ini melindungi kepentingan AS sekaligus menjaga hubungan dengan mitra terpercaya untuk menjamin rantai pasok tembaga yang aman dan berkelanjutan.
Meski begitu, wacana tarif impor untuk cathode belum sepenuhnya dibatalkan. Dalam dokumen Gedung Putih disebutkan bahwa Departemen Perdagangan merekomendasikan penundaan tarif impor refined copper dengan rencana pengenaan 15% pada 2027 dan meningkat menjadi 30% pada 2028.
Trump juga menginstruksikan Departemen Perdagangan untuk memberikan laporan terbaru mengenai pasar tembaga AS sebelum akhir Juni 2026, sebagai dasar keputusan penerapan tarif universal secara bertahap untuk logam murni.
Adapun tarif 50% yang diumumkan akan dikenakan pada produk setengah jadi seperti pipa tembaga, kawat, batang, lembaran, dan tabung, serta produk kaya tembaga seperti fitting pipa, kabel, konektor, dan komponen listrik.
Sementara itu, produk kurang olahan seperti bijih tembaga, konsentrat, matte, cathode, dan anode tidak akan dikenakan tarif.
Gedung Putih juga menegaskan bahwa tarif tembaga tidak akan ditumpuk dengan tarif otomotif yang sebelumnya diberlakukan. Produk yang masuk kategori otomotif hanya akan dikenai tarif kendaraan saja.
Selain itu, AS mewajibkan agar 25% dari limbah tembaga berkualitas tinggi dan bentuk tembaga mentah buatan dalam negeri dijual di pasar domestik. Namun, kewajiban ini diperkirakan tidak berdampak besar dalam jangka pendek, karena saat ini sekitar 40% limbah tembaga dan 75% konsentrat tembaga AS sudah diproses secara domestik.
Saham produsen tembaga AS seperti Freeport-McMoRan Inc. merosot karena hilangnya premi harga tembaga domestik. Sebaliknya, keputusan ini menjadi kabar baik bagi eksportir utama refined copper ke AS, termasuk Codelco, produsen milik negara asal Chile.
“Ini kabar baik bagi Chile, Codelco, dan pelanggan kami di AS,” kata Chairman Codelco, Maximo Pacheco.