Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah terpantau menguat tipis di tengah sikap investor yang mempertimbangkan data permintaan bensin yang kuat dari Amerika Serikat dan serangan kapal di Laut Merah, di tengah ancaman tarif tembaga dari Presiden AS Donald Trump.
Melansir Reuters pada Kamis (10/7/2025), harga minyak berjangka jenis Brent tercatat menguat tipis 4 sen atau 0,06% ke level US$70,19 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 5 sen atau 0,07% menjadi US$68,38 per barel.
Pergerakan harga minyak salah satunya dipengaruhi oleh rilis data permintaan di AS. Berdasarkan laporan Energy Information Administration (EIA), stok minyak mentah AS meningkat 7,1 juta barel menjadi 426 juta barel dalam sepekan yang berakhir 4 Juli 2025.
Angka tersebut jauh dari ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan 2,1 juta barel. Sebaliknya, stok bensin dan distilat menurun, seiring lonjakan permintaan bahan bakar. Permintaan bensin melonjak 6% menjadi 9,2 juta barel per hari, menurut data EIA.
“Permintaan tampaknya masih solid dan belum menunjukkan tanda-tanda melambat,” ujar Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group.
Setelah beberapa bulan relatif tenang, serangan kembali terjadi di Laut Merah, salah satu jalur pelayaran utama dunia. Tim penyelamat berhasil menemukan enam awak kapal dalam kondisi selamat, sementara 15 lainnya masih hilang akibat serangan yang diklaim dilakukan oleh milisi Houthi yang didukung Iran. Dua kapal dilaporkan tenggelam dalam serangan pekan ini.
Baca Juga
Harga minyak juga terdorong oleh proyeksi EIA yang memperkirakan bahwa produksi minyak AS pada 2025 akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, seiring turunnya harga yang membuat produsen domestik mengerem aktivitas eksplorasi.
Pada Selasa, Presiden Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif 50% atas impor tembaga, sebagai bagian dari strategi untuk memperkuat produksi dalam negeri logam penting yang digunakan pada kendaraan listrik, peralatan militer, jaringan listrik, dan berbagai barang konsumen.
Trump menyampaikan kebijakan itu bersamaan dengan penundaan tenggat pemberlakuan sejumlah tarif baru menjadi 1 Agustus 2025, memberi peluang bagi mitra dagang utama untuk menyelesaikan negosiasi. Namun, ketidakpastian masih membayangi potensi kesepakatan.
Sementara itu, blok produsen OPEC+ dilaporkan akan kembali menaikkan pasokan secara signifikan pada September, menyusul pencabutan pemangkasan produksi sukarela oleh delapan negara anggota dan penyesuaian kuota produksi Uni Emirat Arab (UEA).
Pada Sabtu lalu, OPEC+ telah menyetujui penambahan pasokan sebesar 548.000 barel per hari untuk Agustus. “Harga minyak tetap mengejutkan kuat di tengah percepatan peningkatan pasokan dari OPEC+,” ujar Suvro Sarkar, kepala tim sektor energi di DBS Bank.
Menteri Energi UEA Suhail al-Mazrouei menegaskan bahwa pasar minyak global masih mampu menyerap tambahan pasokan tanpa penumpukan inventori.
“Bahkan dengan kenaikan pasokan selama beberapa bulan terakhir, kita belum melihat lonjakan besar dalam stok. Itu artinya pasar memang membutuhkan tambahan pasokan tersebut,” ujarnya.