Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas melemah pada awal pekan setelah mencatatkan dua pekan penurunan berturut-turut. Minat terhadap aset safe haven tertahan oleh meningkatnya selera risiko pasar, seiring dengan upaya AS untuk merampungkan serangkaian kesepakatan dagang menjelang tenggat 9 Juli 2025.
Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (30/6/2025), harga emas di pasar spot turun 0,2% ke level US$3.269,16 per troy ounce. Indeks Bloomberg Dollar Spot juga melemah 0,1%. Sementara itu, harga perak dan paladium ikut terkoreksi, sedangkan platinum mencatatkan kenaikan.
Harga emas sempat anjlok hingga 0,8% pada awal sesi perdagangan Asia sebelum memangkas sebagian kerugiannya, seiring pelaku pasar menimbang kemajuan negosiasi dagang global.
Uni Eropa dan Amerika Serikat optimistis dapat mencapai semacam kesepakatan dagang sebelum tenggat waktu. Sementara itu, pembicaraan dengan India, Jepang, Meksiko, Vietnam, dan sejumlah negara lainnya juga dikabarkan masih berlangsung.
Kendati demikian, jika merujuk pada dua kesepakatan dagang sebelumnya yang dijalin Presiden Donald Trump dengan China dan Inggris, kesepakatan yang akan datang diperkirakan tidak akan sepenuhnya menyelesaikan isu-isu inti dan kemungkinan akan menyisakan sejumlah detail untuk dibahas lebih lanjut.
Sepanjang tahun ini, harga emas masih mencatatkan kenaikan sekitar 25% dan hanya terpaut sekitar US$230 dari rekor tertinggi yang tercapai pada April lalu. Penguatan tersebut ditopang oleh permintaan aset aman di tengah ketegangan geopolitik dan konflik dagang yang sempat meningkat.
Baca Juga
Namun, emas kini berada di jalur koreksi bulanan pertamanya pada 2025, seiring meredanya kekhawatiran terhadap konflik di Timur Tengah serta membaiknya data sentimen konsumen dan ekspektasi inflasi di AS.
Di sisi lain, perhatian pasar juga tertuju pada pembahasan RUU pemangkasan pajak senilai US$4,5 triliun yang diusulkan Presiden Trump. RUU tersebut masih diperdebatkan di Senat, dengan Partai Republik berupaya meyakinkan sejumlah anggota yang belum memberikan dukungan menjelang pemungutan suara yang dijadwalkan bergulir hingga Senin.
Besarnya biaya dari RUU ini memicu kekhawatiran kalangan konservatif fiskal karena berpotensi memperlebar defisit anggaran AS secara signifikan.