Bisnis.com, JAKARTA — Instrumen investasi Sukuk Ritel seri SR022 menghimpun pemesanan Rp27,8 triliun hingga akhir batas penawaran pada 18 Juni 2025.
Melansir data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemesanan sukuk ritel ini mencapai Rp27,8 triliun dan berasal dari 74.000 investor. Nilai tersebut lebih tinggi dari kuota awal yang Rp20 triliun.
SR022 mulai ditawarkan ke publik pada 16 Mei 2025 dan akan berakhir pada 18 Juni 2025. DJPPR Kemenkeu meluncurkan SR022 dalam dua seri, yaitu SR022T3 tenor 3 tahun dengan kupon 6,45% dan SR022T5 tenor 5 tahun memiliki kupon 6,55% per tahun.
Penawaran SR022 ini berakhir pada Rabu (18/6/2025) ini dianggap cukup menggembirakan. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto menyebut tingginya pemesanan SR022 menunjukkan minat masyarakat yang tinggi terhadap SBN ritel sebagai salah satu instrumen investasi yang aman, terjangkau, dan menguntungkan.
“Selain itu, tingginya pemesanan juga berasal dari kontribusi investor yang melakukan re-investasi atas SBN ritel yang jatuh tempo. Selama masa penawaran, terdapat SBN Ritel Seri ST010-T2 yang jatuh tempo pada 10 Juni 2025 sebesar Rp11,59 triliun,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (19/6).
Salah satu catatannya, semarak peminat SR022 ini masih tinggi padahal beragam pengeluaran anggaran rumah tangga cukup besar pada periode ini, seperti perayaan Hari Raya Iduladha, serta persiapan orang tua menyambut ajaran baru.
Setelah SR022, pemerintah akan kembali menerbitkan lima seri surat utang untuk investor ritel hingga akhir 2025. Kelima seri itu yakni, Saving Bonds Ritel seri SBR014, Sukuk Wakaf Ritel seri SWR006, Sukuk Ritel seri SR023, Obligasi Ritel Indonesia seri ORI028, dan Sukuk Tabungan seri ST015.
PR & Corporate Communication Bibit, William menuturkan penjualan SR022 di aplikasi reksadana itu berada sedikit di atas targetnya.
“Hampir 80% dari total penjualan itu yang SR022 T3. Antusiasme investor ritel cukup tinggi ya,” imbuhnya.
Menurutnya, dengan tren penurunan suku bunga, biasanya instrumen obligasi negara justru akan mendapatkan momentum yang tepat. SBN bisa menjadi alternatif pendapatan pasif yang aman dijamin negara dan memiliki imbal hasil cukup menarik ketimbang deposito.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menjelaskan instrumen SBN/sukuk ritel sedang tumbuh karena pendalaman pasar lanjutan.
“Minat masyarakat cukup baik di tengah ketidakpastian suku bunga yang masih tinggi, karena memang setelah perang dagang dan ketegangan di Timur Tengah investor tahan diri.”
Ke depan suku bunga punya kecenderungan turun, tapi dengan kondisi seperti konflik di Timur Tengah meningkatkan ketidakpastian dalam penurunan suku bunga acuan. Buktinya, BI Rate dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) terakhir ditahan.
Kendati demikian, dia menilai pasar surat utang Indonesia memiliki ketahanan yang baik, karena yield cukup stabil.
“Dalam jangka menengah akan ada potensi penguatan pasar yang masih cukup besar, seiring dengan cost of fund yang turun,” katanya.