Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Meroket 12% usai Israel Serang Iran

Harga minyak berjangka Brent melonjak 11,66%, sedangkan harga minyak WTI melonjak 12,45% usai Israel menyerang Iran.
Dongkrak pompa mengebor minyak mentah dari Ladang Minyak Yates di Permian Basin, Texas, AS, 17 Maret 2023./REUTERS-Bing Guan
Dongkrak pompa mengebor minyak mentah dari Ladang Minyak Yates di Permian Basin, Texas, AS, 17 Maret 2023./REUTERS-Bing Guan

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah melonjak lebih dari 12% pada Jumat (14/6/2025), setelah serangan Israel ke Iran yang meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memicu kekhawatiran gangguan pasokan energi global.

Melansir Reuters, harga minyak berjangka Brent melonjak 11,66% atau US$8,09 ke level US$77,45 per barel pada pukul 10.03 WIB, tertinggi sejak Februari 2025. Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) naik US$8,47 atau 12,45% menjadi US$76,51 per barel.

Reli harga minyak dipicu oleh serangan Israel pada Jumat dini hari waktu setempat terhadap Iran. Media Iran juga melaporkan adanya ledakan di ibu kota Teheran. Ketegangan meningkat seiring upaya Amerika Serikat untuk mencapai kesepakatan agar Iran menghentikan produksi material nuklir yang berpotensi digunakan untuk senjata atom.

"Serangan Israel terhadap Iran telah semakin memperbesar premi risiko di pasar minyak," ujar Saul Kavonic, analis energi senior di MST Marquee.

Namun, dia menyebut, konflik baru akan berdampak signifikan terhadap pasokan minyak global apabila Iran membalas dengan menyerang infrastruktur energi di kawasan, atau membatasi jalur pelayaran melalui Selat Hormuz, yang menjadi jalur pengapalan sekitar 20 juta barel minyak per hari dalam skenario ekstrem.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan serangan tersebut menargetkan infrastruktur nuklir Iran, pabrik rudal balistik, serta sejumlah aset militer utama milik Teheran.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut serangan tersebut sebagai tindakan sepihak Israel dan menegaskan bahwa Washington tidak terlibat. Namun, dia memperingatkan Teheran agar tidak menargetkan kepentingan atau personel Amerika di kawasan.

Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova mengatakan, Iran telah mengumumkan status darurat dan bersiap untuk melakukan pembalasan. Hal ini meningkatkan risiko gangguan pasokan tidak hanya dari Iran, tapi juga negara-negara penghasil minyak di sekitarnya. 

Meskipun Presiden AS Donald Trump menunjukkan keengganan untuk terlibat langsung, potensi campur tangan AS dapat memperburuk sentimen pasar, imbuhnya.

Pada pasar keuangan, eskalasi konflik ini juga mengguncang bursa saham Asia. Indeks saham berjangka AS anjlok, sementara investor berbondong-bondong mencari aset aman seperti emas dan franc Swiss.

Analis pasar dari IG, Tony Sycamore, menyebut situasi ini menjadi pukulan telak terhadap selera risiko pasar global.

“Sembari menanti perkembangan dan kemungkinan respons dari Iran, sentimen risiko kemungkinan akan terus memburuk menjelang akhir pekan,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper