Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten tambang seperti PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) hingga PT Timah Tbk. (TINS) telah memutuskan tebaran dividen mereka untuk tahun buku 2024. Bagaimana kemudian prospek sahamnya?
Terbaru, deretan emiten tambang pelat merah di bawah naungan MIND ID kompak memutuskan tebaran dividen. ANTM akan menebar dividen sebesar Rp3,6 triliun atau Rp151,77 per saham. Nilai dividennya mencapai 100% dari raupan laba tahun buku 2024.
PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) memutuskan menebar dividen Rp3,82 triliun atau Rp332,26 per saham pada tahun buku 2024. Nilai dividen PTBA mencapai 75% dari laba.
Kemudian, TINS menebar dividen Rp474,65 miliar atau Rp63,73 per saham. Nilai dividen TINS mencapai 40% dari laba tahun buku 2024.
Sebelumnya, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) memutuskan tebaran dividen final tahun buku 2024 sebesar US$34,65 juta atau setara US$0,00329 per saham. Total dividen yang dibagikan setara dengan 60% dari laba.
PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) juga telah membagikan dividen final sebesar US$153 juta atau setara Rp2.245 per saham ke pemegang sahamnya. Lalu, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) menetapkan pembagian dividen final US$300 juta atau US$0,00975 per saham.
Baca Juga
Seiring dengan momen tebaran dividen, harga saham deretan emiten tambang pelat merah kompak moncer. Harga saham PTBA, di zona hijau, naik 8% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) ke level Rp2.970 per lembar pada perdagangan intraday hari ini, Jumat (13/6/2025).
Bahkan harga saham ANTM melesat 113,77% ytd ke level Rp3.260 per lembar. Kemudian, harga saham TINS naik 7,94% ytd ke level Rp1.155 per lembar.
Meski begitu, harga saham deretan emiten tambang lainnya lesu. Harga saham INCO turun 4,42% ytd ke level Rp3.460 per lembar.
Harga saham ITMG juga turun 14,14% ytd ke level Rp22.925 per lembar dan harga saham ADRO turun 17,7% ytd ke level Rp2.000 per lembar.
Seiring dengan momentum tebaran dividen itu, Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan terdapat sejumlah saham di subsektor tambang yang dinilai prospektif dan resilien.
Dari emiten tambang nikel, emas, dan tembaga terdapat saham ANTM dan INCO yang dinilai prospektif secara struktural, karena didukung tren global dekarbonisasi, kendaraan listrik, serta transisi energi.
ANTM misalnya dinilai kuat di nikel dan emas, serta terhubung dengan ekosistem baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
"Harga emas juga naik lebih dari 40% secara tahunan [year on year/yoy] dan diproyeksi bertahan tinggi, menjadikan emas sebagai safe haven unggulan," kata Liza kepada Bisnis pada Kamis (13/6/2025).
Dari tambang batubara ada PTBA, ITMG, dan ADRO. Menurut Liza, deretan saham itu secara fundamental masih solid untuk jangka pendek serta menengah berkat demand domestik dan ekspor.
"PTBA juga menarik untuk yield dividen tinggi, namun valuasi mulai fair dan potensi rerating terbatas," ujar Liza.
Dari tambang timah, TINS dinilai prospektif, karena didorong oleh harga timah global yang terjaga tinggi seiring dengan kelangkaan pasokan dari Myanmar dan China serta pentingnya timah dalam industri elektronik. Valuasi TINS juga dinilai masih relatif murah.
Di sisi lain, menurut Liza, saat ini belum waktunya untuk all-in ke sektor tambang. Akan tetapi, akumulasi selektif bisa mulai dipertimbangkan dengan pertama-tama menyadari bahwa 2025 bisa jadi titik nadir bearish trend komoditi, sesuai siklus.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan seiring dengan dinamika tebaran dividen, saham tambang memiliki prospek meyakinkan.
"Secara teknikal menguat, namun setelah dividen, waspada dividend trap," ujar Nafan.
Dia juga menilai saham tambang bisa saja berpotensi overbought dan secara valuasi overvalued.
"Jadi, ruang bagi investor akumulasi sektor tambang relatif terbatas, justru lebih cenderung selektif dalam sikapi risiko. Bahkan rotasi sektor, kalau ekstrem overbought dan overvalued takutnya terjadi aksi profit taking," kata Nafan.
___________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.