Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana BPJS dan Taspen Bikin Tekanan Jual Mereda?

Analis menilai sejumlah fund manager dan investor melakukan akumulasi saham di tengah IHSG terkoreksi termasuk rencana BPJS Ketenagakerjaan dan Taspen.
Investor mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Selasa (18/3/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Investor mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Selasa (18/3/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – IHSG mulai rebound setelah terkoreksi 9,19% pada pembukaan pasar Selasa (8/4). Analis menilai sejumlah fund manager dan investor mulai melakukan akumulasi saham di tengah IHSG yang terkoreksi termasuk kabar rencana BPJS Ketenagakerjaan dan Taspen. 

Analis Phintraco Sekuritas Aditya Prayoga menilai turnover perdagangan mencapai Rp12,575 triliun pada sesi I mencerminkan ada fund manager dan investor yang memilih untuk mengakumulasi di tengah panic selling akibat kebijakan tarif Trump yang akan berlaku mulai besok, Rabu 9 April 2025.

"Secara sederhana mereka melihat bursa kita sudah cukup murah untuk akumulasi. Langkah pemain besar ini sebenarnya bisa diikuti oleh para investor ritel untuk mencari timing yang tepat untuk beli saham murah," ujarnya dalam keterangan pers, Selasa (8/4/2025). 

Seperti diketahui, IHSG bahkan sempat menyentuh level 5.912,06 pada awal sesi perdagangan. Hal itu membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan trading halt atau penghentian perdagangan mengingat IHSG telah turun sampai 8% atau lebih. 

IHSG kemudian menguat pada penutupan sesi I setelah sempat menyentuh level 6.030, sebelum ditutup pada level 5.882. 

Sejumlah saham big caps dan LQ45 rebound setelah trading halt dibuka kembali. Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) misalnya, naik dari posisi terendah atau batas auto reject bawah (ARB) di level Rp3.610 pada pembukaan perdagangan ke Rp4.060 saat sesi 1 berakhir.  

Level harga BBNI pada Rp3.610 itu setara dengan penurunan harga sebesar 14,86% dari posisi sebelumnya, sementara level Rp4.060 menyiratkan minus 4,25%. Yang sempat menadah BBNI di harga ARB tentu sudah bisa kipas kipas cuan. 

Bank Himbara lainnya juga ikut rebound. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) yang sempat menyentuh ARB pada level 3.450 atau anjlok 14,81%, sesi 1 sudah bertengger di 3.720. Dengan kata lain, BBRI berhasil memangkas penurunan harga saham dari minus 14,81% saat market buka ke minus 8% pada di akhir sesi 1.

Begitupula PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) yang naik dari level ARB di 4.430 alias turun 14% menuju koreksi 8% di Rp4.770   

Di luar saham bank BUMN, emiten konglomerat juga berhasil bangkit dari level ARB. Saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) misalnya menguat ke level Rp5.900 setelah sempat menyentuh Rp5.575. Begitu juga dengan PT Barito Pacific Tbk. (TPIA) yang rebound ke Rp635 dari level terendah di Rp605.

Aditya Prayoga menuturkan ada kabar pemilik dana besar seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Taspen akan atau sudah kembali menambah portofolio di saham. Menurutnya, kemampuan dana dari kedua perusahaan ini cukup signifikan sehingga bisa menenangkan market yang saat ini masih tertekan.

"Apalagi BPJS Ketenagakerjaan atau Jamsostek. Kedua institusi ini punya dana sangat besar sekali untuk akumulasi saham-saham di harga murah dan untuk investasi jangka panjang," tambahnya.

Rumors soal manuver dapen BUMN di saat IHSG anjlok membuat saham saham BUMN, terutama bank Himbara, bisa berbalik arah dengan cepat. Selain faktor saling support sesama pelat merah, balik arahnya saham bank BUMN juga dipicu rencana pembagian dividen yang sudah mendekati masa cum date. 

BBRI menetapkan cum date pada 10 April, BMRI pada 11 april, BBNI dan BBTN pada 14 April. Momen panic selling memberi kesempatan terbaik bagi para pemburu dividen untuk memaksimalkan yield. Adapun, investor sekelas dapen yang memiliki jangka waktu investasi lebih panjang dan mengandalkan dividen sebagai hasil investasi.    

Walau begitu, lanjut Aditya, para trader dan investor yang ingin "menangkap pisau jatuh" di bursa saham harus disiplin dengan time horizon investasi dan batasi risiko. Bila masa waktu investasi cukup panjang, misal di atas 1 tahun, maka akumulasi bisa dilakukan secara bertahap.

"Batasi risiko dengan memakai uang dingin untuk akumulasi saham. Jangan pakai uang untuk kebutuhan sehari-hari apalagi utang untuk beli saham di masa sekarang," tambahnya.

Sebagai informasi, total dana kelolaan BPJS TK hingga Februari 2025 mencapai Rp 790,8 triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak 6,41% ditempatkan dalam instrumen saham. Alokasi ini berada jauh di bawah ambang batas maksimum investasi saham yaitu 50% dari total dana kelolaan berdasarkan regulasi yang berlaku.

Alokasi saham BPJS TK tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai 15,9% karena memang pada saat itu strategi investasi pengelola dana tersebut adalah mengurangi eksposur ke aset seperti saham.

Sebelumnya, Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Edwin Ridwan menilai koreksi yang dialami IHSG hari ini tidak perlu disikapi dengan kepanikan karena isu terkait kebijakan Tarif Trump dan perang dagang bukanlah hal yang baru.

Menurutnya, kondisi koreksi seperti ini justru memberikan peluang yang atraktif untuk mengakumulasi saham-saham dengan kinerja bisnis yang kuat apalagi dengan valuasi yang menarik.

“Kalau dilihat dari pengalaman historis 1998 (Asian Financial Crisis), 2008 (subprime mortgage meltdown), atau 2020 (covid sell off) setiap market turun signifikan adalah masa yang paling tepat untuk beli saham. Trump tariff sell off sekarang akan menjadi momen emas bagi investor untuk membeli saham dengan harga murah” ujar Edwin.

Di sisi lain, Direktur Utama PT Taspen Rony Hanityo, melihat melihat momentum yang tepat untuk mulai membeli saham-saham dengan fundamental yang baik. 

Koreksi yang terjadi menunjukkan bahwa banyak saham-saham dengan valuasi murah, sehingga ini bisa menjadi entry point untuk masuk ke saham. Tambah lagi, IHSG sudah banyak terkoreksi sejak awal tahun ini.

“Taspen sendiri berencana untuk membeli berbagai saham dengan fundamental yang baik, tentunya hal ini akan dilakukan dalam bertahap dalam jangka waktu yang panjang,” imbuhnya.

--------------------------

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Thomas Mola
Editor : Thomas Mola
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper