Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ditutup Anjlok, Indeks S&P 500 Masuk Fase Koreksi

Bursa saham AS melemah dengan indeks S&P 500 resmi memasuki fase koreksi tahun ini, dipicu ketegangan perang tarif antara AS dan mitra dagangnya.
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah dengan indeks S&P 500 resmi memasuki fase koreksi tahun ini, dipicu ketegangan perang tarif antara AS dan mitra dagangnya yang semakin meningkatkan kekhawatiran akan resesi.

Melansir Bloomberg, Jumat (14/3/2025), indeks S&P 500 ditutup melemah 1,4% dan telah turun 10,1% dari level tertingginya. Sementara itu, indeks Nasdaq 100 terpuruk 1,9%, sementara Dow Jones kehilangan 1,3%.

Saham-saham teknologi besar jatuh 2,5%, dengan Adobe Inc. terpukul akibat prospek bisnis yang mengecewakan. Sebaliknya, saham Intel Corp. melesat setelah mengumumkan pergantian kepemimpinan dengan menunjuk seorang veteran industri sebagai CEO baru.

Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury AS bertenor 10 tahun turun lima basis poin menjadi 4,27%. Penjualan obligasi 30 tahun senilai US$22 miliar mencatat permintaan yang lemah, sementara dolar menguat 0,1%.

Gejolak pasar kian memuncak, memperpanjang aksi jual yang telah menghapus kapitalisasi pasar saham AS hingga US$5 triliun. Kekhawatiran investor semakin dalam setelah Trump kembali meluncurkan serangkaian kebijakan tarif baru, memicu arus modal ke aset safe haven seperti Treasury AS.

Indeks S&P 500 kini merosot ke titik terendah dalam enam bulan. Saham-saham berisiko tinggi, termasuk perusahaan teknologi tanpa keuntungan dan aset spekulatif seperti kripto, mengalami tekanan besar. Dana ETF obligasi imbal hasil tinggi senilai US$8 miliar mencatat salah satu penurunan terbesarnya di tahun ini, bertolak belakang dengan kenaikan harga obligasi pemerintah.

Dalam eskalasi terbaru perang dagang, Trump mengancam memberlakukan tarif 200% pada anggur, sampanye, dan minuman beralkohol asal Eropa. Beberapa jam kemudian, ia menegaskan tidak akan mencabut tarif baja dan aluminium yang baru berlaku minggu ini, serta tetap pada rencana penerapan tarif timbal balik terhadap mitra dagang global mulai 2 April.

Kepala analis teknikal LPL Financial Adam Turnquist mengatakan dalam hitungan minggu, pasar saham telah berubah dari optimisme ke wilayah koreksi.

”Ketidakpastian seputar tarif menjadi faktor utama di balik tekanan jual dan semakin memperburuk kekhawatiran perlambatan ekonomi,” jelasnya.

Namun, mantan Menteri Keuangan Steven Mnuchin berusaha meredakan kepanikan, menepis kekhawatiran akan resesi, dan menyarankan investor untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap kebijakan perdagangan Trump yang agresif.

Bagi para investor, ketidakpastian ini menimbulkan pertanyaan besar: Seberapa dalam koreksi ini akan berlangsung, dan apakah gejolak pasar dapat menyeret ekonomi AS ke dalam resesi?

Analis dari Pacific Investment Management Co. menggambarkan kebijakan ekonomi Trump sebagai campuran “sayur dan pencuci mulut” — beberapa kebijakan mungkin terasa pahit bagi pasar dan ekonomi, sementara yang lain berpotensi mendukung pertumbuhan.

Sementara itu, Michael Purves dari Tallbacken Capital Advisors memperingatkan bahwa berbagai indikator teknis menunjukkan pola bearish yang mirip dengan awal 2022. Jika valuasi saham harus disesuaikan dengan ketidakpastian kebijakan, ekonomi, dan inflasi, serta laba perusahaan mulai menurun, maka S&P 500 bisa jatuh ke level 4.800.

Indeks S&P 500 ditutup di 5.521,52 pada Kamis, menandai level kritis bagi investor dalam menentukan langkah berikutnya: apakah akan membeli di tengah penurunan atau menjual dalam reli sesaat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper