Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah bertahan setelah mengalami tekanan, mengikuti tren pelemahan pasar saham dan aset berisiko lainnya di tengah kekhawatiran bahwa tarif dan kebijakan pemerintah AS akan menghambat pertumbuhan ekonomi global.
Melansir Bloomberg, Selasa (11/3/2025), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April melemah 0,1% ke level US$65,96 per barel pada pukul 11.29 pagi waktu Singapura, sementara Brent untuk kontrak Mei stabil di level $69,29 per barel.
Investor mulai menghindari aset berisiko sejak awal pekan, didorong oleh ketidakpastian ekonomi yang dipicu kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dan gejolak geopolitik global, meskipun aksi jual mulai mereda pada Selasa.
Sejak mencapai puncaknya pada pertengahan Januari, harga minyak telah merosot hampir 20%, seiring dampak dari kebijakan tarif yang diterapkan secara agresif oleh Trump serta pemangkasan belanja federal yang meningkatkan kekhawatiran terhadap prospek ekonomi AS, negara penghasil dan konsumen minyak terbesar dunia.
Faktor tambahan yang turut menekan harga adalah rencana OPEC+ untuk meningkatkan pasokan serta penurunan permintaan dari China, yang baru-baru ini mengarahkan kilang minyaknya untuk mengurangi produksi bahan bakar utama seperti solar dan bensin.
Kepala analis ING Groep NV Warren Patterson mengatakan tekanan eksternal masih menjadi faktor utama yang menekan harga minyak, dengan kekhawatiran terhadap pertumbuhan global yang terus memicu aksi jual di pasar.
Baca Juga
“Dengan sentimen pasar yang semakin memburuk, sulit untuk menentukan titik terendah harga minyak saat ini,” ungkap Patterson.
Namun, ada sedikit sentimen positif setelah Menteri Energi AS Chris Wright menegaskan bahwa pemerintahan Trump siap menegakkan sanksi terhadap produksi minyak Iran. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi CERAWeek oleh S&P Global di Houston pada Senin.
Para eksekutif dari sejumlah perusahaan minyak dan gas terbesar dunia, termasuk Chevron Corp., Shell Plc, dan Saudi Aramco, secara terbuka menyatakan dukungan mereka terhadap kebijakan energi Trump dalam forum tersebut.
CEO Vitol Group Russell Hardy memperkirakan harga minyak akan berada di kisaran US$60 hingga US$80 per barel dalam beberapa tahun ke depan.