Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Ditutup Melemah, Sentuh Level Rp16.408 per Dolar AS

Mata uang rupiah ditutup melemah ke level level Rp16.408 per dolar AS pada perdagangan Selasa (11/3/2025).
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah ditutup melemah pada perdagangan Selasa (11/3/2025). Rupiah ditutup melemah bersama sejumlah mata uang Asia lainnya. Rupiah ditutup melemah menyentuh level Rp16.408 per dolar AS.

Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 41,5 poin atau 0,25% ke Rp16.408 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah 0,39% ke 103,49.

Adapun beberapa mata uang di Asia seperti yen Jepang melemah 0,16%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura menguat 0,24%, dolar Taiwan menguat 0,10%, dan won Korea Selatan menguat 0,15%.

Kemudian peso Filipina menguat 0,28%, rupee India menguat 0,13%, yuan China menguat 0,40%, ringgit Malaysia menguat 0,07%, dan baht Thailand menguat 0,19%.

Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam risetnya menjelaskan sentimen datang dari kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump yang mengguncang pasar di seluruh dunia. Trump tercatat memberlakukan dan kemudian menunda tarif pada pemasok minyak terbesar negaranya, Kanada dan Meksiko, sementara juga menaikkan bea atas barang-barang China.

Di satu sisi, China dan Kanada telah menanggapi dengan tarif mereka sendiri. Selama akhir pekan, Trump mengatakan "periode transisi" bagi ekonomi kemungkinan besar terjadi, tetapi menolak untuk memprediksi apakah AS dapat menghadapi resesi di tengah kekhawatiran pasar saham tentang tindakan tarifnya.

Jajak pendapat Reuters menunjukkan bahwa risiko ekonomi meningkat untuk Meksiko, Kanada, dan AS ketika bisnis dan pembuat kebijakan bergulat dengan ketidakpastian yang berasal dari implementasi kacau tarif Trump.

Kekhawatiran inflasi di AS, yang sudah meningkat, telah memburuk, sehingga semakin mungkin bahwa Federal Reserve akan menunda penyesuaian kebijakan dalam waktu dekat.

Dari dalam negeri, sentimen datang dari Goldman Sachs yang memproyeksikan defisit APBN akan semakin melebar dan mendekati batasnya, yakni 2,9% pada 2025. Selain itu, Goldman Sachs menurunkan peringkat obligasi negara tenor 10 dan 20 tahun menjadi neutral, serta menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight.

Melebarnya defisit APBN 2025 dinilai sebagai dampak dari belanja jumbo untuk program seperti makan bergizi gratis (MBG), realokasi anggaran, pembentukan BPI Danantara, hingga perluasan kebijakan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui penerbitan SBN Perumahan.

Risiko fiskal Indonesia menjadi alasan utama bank raksasa tersebut menurunkan proyeksinya atas pasar modal Indonesia. Terdapat kekhawatiran atas ketegangan perdagangan global dan pelemahan ekonomi domestik setelah Presiden Prabowo Subianto mengumumkan serangkaian kebijakan fiskal.

Alhasil, Goldman Sachs memproyeksikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025 mencapai 2,9%. Proyeksi itu lebih lebar dari target pemerintah, yakni defisit 2,53%. Proyeksi 2,9% dari Goldman Sachs mendekati batas maksimal defisit APBN yang ditetapkan pemerintah, yakni 3%.

Proyeksi itu sejalan dengan risiko fiskal yang dikhawatirkan Goldman Sachs. Dalam sepuluh tahun terakhir, defisit APBN melebihi 3% hanya pada saat pandemi Covid-19, yakni 2020 dan 2021.

Pemerintah menetapkan pengecualian karena tingginya kebutuhan belanja negara untuk penanganan pandemi, ketika penerimaan negara berkurang drastis karena perekonomian terganggu.

Adapun Ibrahim memperkirakan untuk perdagangan besok rupiah akan ditutup melemah di rentang Rp16.390-Rp16.460 per dolar AS.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper